Lihat ke Halaman Asli

Dahlan Iskan, Menteri Akuisisi?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dahlan Iskan, Menteri Akusisi?

Oleh Edy Mulyadi

Dahlan Iskan memang tops markotops. Sebagai pembantu Presiden, Menteri BUMN ini bisa dibilang mbeling bin mbalelo. Setelah gagal mendorong akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri, kini dia memerintahkan Perusahaan Gas Negara (PGN) mencaplok PT Pertamina Gas (Pertagas). Padahal, Presiden Susislo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku bos, sudah memerintahkan semua pembantunya untuk tidak mengambil kebijakan strategis di ujung masa pemerintahannya.

Perintah SBY itu dituangkan dalam surat edaran (SE) Nomor 5/2014 yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Keuangan M Chatib Basri, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, dan Direktur Utama BTN Maryono.

Sekadar mengingatkan saja, akhir April silam merebak isu BRI akan mencaplok Perum Pegadaian.  Keruan saja ‘gosip’ seru ini menuai bermacam kontroversi. Yang paling seru, tentu berupa penolakan yang datang dari kalangan BUMN. Namun bukan Dahlan kalau tidak lihai berkelit. Begitu suara-suara penolakan kian kencang, lelaki yang pernah menakhodai PT PLN ini pun langsung balik badan. Bahkan dia sibuk menepis rumor akuisisi Pegadaian oleh BRI.

Tapi jurus berkelitnya kali ini bakal majal pada kasus PGN-Pertagas. Pasalnya, kepastian perintah Dahlan agar PGN mengakuisisi Pertagas itu tertuang dalam Surat Menteri BUMN bernomor SR-295/MBU/2014 tertanggal 7 Mei 2014. Lucunya,  kendati surat tersebut bersifat rahasia, toh ia kadung beredar luas di media, Senin (12/5/14). Surat Dahlan yang ditujukan kepada Direksi Pertamina tadi berisi perintah kepada  manajemen Pertamina agar melepaskan seluruh sahamnya di Pertagas kepada PGN.

Berikut kutipan surat yang menghebohkan tersebut:

“Dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur gas bumi untuk mendukung kebijakan pemerintah mewujudkan peningkatan pemanfaatan gas bumi nasional, dengan ini kami sampaikan hal sebagai berikut: 1. Kami mengambil kebijakan... (italik, bold dan garis bawah dari penulis) untuk melakukan integrasi PT Pertagas ke dalam PT Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) Tbk. 2. Berkenaan dengan hal tersebut, maka kami selaku pemegang saham Pertamina memutuskan... agar Pertamina melepas seluruh saham Pertamina di Pertagas kepada PGN. 3. Selanjutnya kami minta kepada Direksi Pertamina untuk segera mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pelaksanaan keputusan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk penunjukan konsultan untuk membantu proses pengalihan saham tersebut.”

Sebelum masuk ke subtansi perintah akuisisi Pertagas oleh PGN, menarik dibahas mengapa surat berkategori rahasia itu bisa meluber ke mana-mana. Memang, kita tidak bisa buru-buruh menuduh kebocoran berasal dari manajemen Pertamina. Kendati untuk pasal ini, bukan perkara mustahil. Maklum, kalau pakai ilmu detektif, manajemen Pertamina punya motif untuk membocorkannya ke publik. Minimal, mereka tidak rela anak usahanya diserahkan bulat-bulat ke perusahaan lain. Apalagi, sudah bukan rahasia lagi, bila terjadi persaingan tidak sehat dalam hal penjualan gas antara Pertamina sebagai induk usaha di satu sisi dan PGN di sisi lain.

Jumawa?

Terlepas dari mana pun sumber kebocoran, mestinya hal ini menjadi isyarat buat Dahlan, bahwa kebijakannya itu memang kontroversial.  Jangan lagi bicara soal akuisisi yang dipastikan akan banyak ganjalan. Lha wong secara redaksional saja, surat itu menyimpan masalah. Silakan perhatikan kalimat yang saya tulis dengan bold, italic, dan underline tadi. “Kami mengambil kebijakan…” dan “kami selaku pemegang saham Pertamina memutuskan…” ini adalah kalimat yang, maaf jumawa dan sarat dengan arogansi kekuasaan. Bagaimana mungkin untuk urusan serumit, sestrategis, dan segawat akuisisi, sang menteri bisa-bisanya memutuskan dengan sepihak langkah korporasi dengan kalimat seperti itu?

Kalau saja dia bisa bersikap lebih bijak, mungkin tidak sulit menemukan kalimat-kalimat lain yang lebih bersahabat. Paling tidak, di surat itu bisa dibuat agar sepi –kalau tidak mau disebut nihil-- nuansa adigang adigung adiguna. Rasanya tidak sulit memilih diksi yang tepat bagi seorang Dahlan Iskan. Bukankah jauh sebelum menjadi pejabat publik, dia dikenal sebagai wartawan yang mumpuni dalam memroduksi berita dan artikel?

Tapi sudahlah, buat apa pula kita bersibuk ria dengan isi surat perintah kepada jajaran direksi Pertamina tadi. Jauh lebih bermanfaat bila mencoba menelisik, atau tepatnya menduga-duga, apa motif sesungguhnya dari kehebohan yang dicuatkannya. Adakah ini memang tipikal menteri yang dikenal unik dan angin-anginan? Atau…

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini berpendapat ketidaktaatan Dahlan mungkin meniru sikap bosnya yang juga ‘bandel’. Di ujung pemerintahannya, SBY justru mengesahkan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Padahal revisi DNI termasuk kebijakan strategis. Artinya, keputusan tersebut tidak boleh diambil dengan tergesa-gesa.  Jadi kalau SBY melarang para pembantunya membuat kebijakan strategis di akhir masa jabatannya, ibarat pepatah lama; guru kencing berdiri, murid mengencingi guru. Itulah sebabnya tidak mengherankan, selang dua pekan setelah SE Presiden terbit, Dahlan Iskan tetap nekat memerintahkan Pertamina melepas Pertagas.

Dari sisi corporate action, langkah PGN yang mengakuisisi Pertagas bisa bermakna privatisasi diam-diam. Pasalnya, PGN adalah perusahaan yang sudah melego sahamnya di bursa. Sejauh ini, saham perusahaan gas itu lumayan banyak diminati investor asing. Kita bisa membayangkan, bagaimana kira-kira masa depan gas negeri ini, kalau asing ikut menguasainya melalui lantai bursa. Cita-cita kedaulatan energi yang sudah lama diidamkan pun akan seperti menegakkan benang basah.

Pada konteks ini, publik mungkin belum lupa, bahwa Dahlan sendiri, dulu, punya obsesi Indonesia mandiri di bidang gas. Bahkan dalam perkara gas ini juga yang konon dijadikannya syarat ketika SBY memintanya menjadi Direktur Utama PLN. Makanya agak membingunkan kalau ternyata dia punya motivasi privatisasi diam-diam Pertagas yang berujung penguasaan gas oleh asing. Hmm…

Tapi, ada kemungkinan motif lain yang tidak kalah seramnya. Yaitu, adanya dugaan meraup laba dari lantai bursa melalui apa yang disebut dengan insider trading. Sinyalemen ini bukanlah isu liar yang tanpa dasar. Paling tidak, begitulah yang ditudingkan oleh Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Satria Wijayantara. Lelaki yang juga Ketua SP BTN tersebut menjadi saksi betapa saham BTN terkapar di bursa ketika diterpa isu miring hingga ke titik Rp800/lembar. Namun begitu rencana Mandiri akan mengakuisi BTN merebak, harga sahamnya langsung meroket ke Rp1.300/lembar. Inikah insider trading itu? (lihat InilahReview 12-18 Mei 2014; Mengapa Berbohong, Dahlan?).

Ah, Dahlan memang kontroversial. Pertanyaannya, apakah ini memberi manfaat bagi rakyat dan bangsa Indonesia? Atau, jangan-jangan perilaku seperti itu hanya sekadar memuaskan kegenitannya belaka? Melihat sepak terjangnya yang hobi menggabungkan dan atau mengakuisisi BUMN, mungkin di ujung jabatan Dahlan kelak akan berubah menjadi Menteri Badan Usaha Merger (dan akuisisi) Negara. Ohoi… (*)

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline