Lihat ke Halaman Asli

Edy Sutriono

The author of public and fiscal economic fields

Stunting dan Bagaimana Dana Desa Jadi Solusi

Diperbarui: 24 September 2019   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Stunting di sini bukanlah stunt (man) seperti peran Jackie Chan atau Arnold Schwarzenegger yang secara berani melakukan sendiri adegan berbahaya dalam film Project A dan Commando. Stunting dalam ulasan ini berarti pendek, kerdil atau terhentinya pertumbuhan.

Sebagian dari kita mungkin masih merasa asing mendengar istilah stunting. Stunting adalah sebuah kondisi tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada umumnya (seusianya) atau dengan kata lain mengalami kekerdilan. 

Penyebab kekerdilan adalah kekurangan asupan gizi orang tersebut sejak dari janin/bayi dalam kandungan dan pada masa awal lahir dan dapat dikatakan gagal tumbuh masa balita. Keadaan stunting baru nampak setelah anak berusia 2 (dua) tahun. 

Dampak Buruk Stunting

Lebih jauh menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami kekerdilan tersebut antara lain (1) faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil dan anak usia balita; (2) kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan dan gizi, baik saat sebelum dan masa kehamilan maupun setelah melahirkan; (3) terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan sebelum dan sesudah melahirkan serta pembelajaran dini yang berkualitas; (4) kurangnya akses ke makanan bergizi; (5) kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. 

Dari sisi fisik dan kualitas sumber daya manusia, stunting dapat berdampak buruk yang akan menurunkan kualitas, produktivitas dan daya saing bangsa. Dalam jangka pendek mengakibatkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

Sedangkan jangka panjang dapat menurunkan kemampuan kognitif dan prestasi belajar (IQ), produktivitas kerja, menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya berbagai macam penyakit dan disabilitas pada usia tua serta memperpendek usia manusia. Anehnya, stunting tidak hanya terjadi kepada masyarakat berpenghasilan rendah, tapi juga masyarakat menengah ke atas.

Sementara itu dari sudut pandang ekonomi, stunting dapat menurunkan produktivitas pasar tenaga kerja dan bermuara kepada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan dan juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi. 

Logikanya sudah barang tentu dengan kondisi SDM (tenaga kerja) yang 'kurang gizi', loyo, malas, bagaimana mungkin akan kreatif dan produktif. Kondisi tersebut berakibat upah pekerja dihargai dengan sangat rendah dan akan berakumulasi menghilangkan potensi pendapatan nasional. Yah, akankah sejauh itu dampak stunting terhadap perekonomian? Mari kita simak.

Stunting di Indonesia dan Kepri

Melihat dampaknya yang buruk, luas dan jangka panjang, stunting  yang sering kita anggap hal yang lumrah, ternyata tidak dapat dianggap  angin lalu dan disepelekan. Indonesia menduduki peringkat kelima yang masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap   kualitas sumber daya manusia ditunjukkan dengan masih besarnya angka stunting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline