Lihat ke Halaman Asli

Edy Arsyad

Buruh Harian

Catatan Refleksi Kongres HMI Ke- XXVII

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (Surat Ar Ra’du ayat 11) HMI dalam Pandangan sejumlah kalangan, baik internal maupun eksternal HMI, dinilai mengalami kejumudan. Tak pelak, kondisi yang miris tersebut  diibaratkan sebagai besi  tua yang karatan. Sehingga  Nurcholis Majid (Cak Nur) -Cendekiawan Muslim Indonesia- pernah mengatakan, “Bubarkan saja HMI”. Sebuah otokritik dari orang dalam HMI sendiri, melihat kondisi HMI sebagai organisasi kader yang keberadaannya diharapkan mampu  berperan sebagai wadah kalangan intelektual muda Islam  dalam berproses sebagai insan cita, yakni akademis, pencipta, pengabdi, bertanggung jawab dan bernafaskan Islam. khittah perjuangannya kini telah tergerus dan tergantikan dengan orientasi kekuasaan. Hal inilah, yang  menyebabkan HMI dewasa ini mengalami degradasi baik sistem perkaderan maupun wacana dan tradisi pemikiran-pemikirannya. Begitu pula kritik atas perilaku sejumlah kader HMI yang dianggap menyimpang dari norma-norma yang diajarkan dalam proses kaderisasi HMI. Sebutlah, misalnya, dalam aktivitas kesehariannya tidak bernafaskan Islam. Hal ini terlihat dari aktivitas Basic training, intermediate training hingga advance training disaat Seruan akan panggilan Tuhan, banyak kader HMI yang tidak beranjak tuk menunaikan kewajibannya. Tidak itu saja, dalam aksi demonstrasinya sejumlah oknum HMI kerap memperlihatkan tindakan yang tidak simpati. Bukankah HMI sebagai kawah candra dimuka-nya Kader Ummat dan bangsa ini, melahirkan sejumlah kalangan Cendikiawan, Politikus, Birokrasi, Tokoh Ormas serta aktivis, dan masih banyak lagi profesi lainnya. Akankah Kebesaran HMI Sebagai wadah pencetak para pemimpin ini, akan hilang.  Hilang dengan menyisakan Romantisme akan kebesaran HMI yang menggelisahkan. Tentunya sebagai organisasi pencetak calon pemimpin yang berwawasan kebangsaan dan wawasan ke-ummatan, HMI diharapkan mampu menjawab persoalan kebangsaan dan keummatan ditengah bejibunnya persoalan yang tentunya tidak dibutuhkan apologi semata, tetapi praksis. Bila kita sebagai kader hanya duduk terpaku mendengar dongen kebesaran masa lalu HMI,  yang sering diperdengarkan pada Basic Training (Bastra) dengan kondisi kemujudan HMI dalam menjawab tantangan tersebut, HMI akan ditinggalkan apabila pelbagai persoalan tidak mampu terjawab, tidak itu saja dominasi orientasi kekuasaan di kalangan kader Hijau Hitam menjadi Hegemoni -meminjam istilah Gramscy- pada tataran prilaku dan tindakan sejumlah kader, sehingga secara tidak sadar nilai kritis tetutupi oleh kebanggaan memiliki kemewahan yang diperolehnya, banyaknya Kader HMI yang mencari nafkah di organisasi ini menjadi persoalan dan parasite yang nantinya sebagai awal menjadikan HMI ibarat besi tua yang karatan. Terkikisnya-kalau boleh dikata hampir hilang- tradisi intelektual  dikalangan kader HMI yakni Tradisi Membaca, Menulis serta Berdiskusi. Tradisi intelektual tersebut digantikan dengan Oreantasi kekuasaan semata, Sementara itu, Budaya Membaca, Menulis dan berdebat sebagai  salah satu bentuk kreatifitas intelektual kini tenggelam dengan perbincangan “Aku dekat dengan pejabat a,b,c, d sampai menjadi team sukses kandidat Partai Politik Tertentu”. Menjawab persoalan  organisasi yang boleh dikatakan mengalami degradasi intelektual di kekinian, untuk itu kita sebagai kader HMI sudah saatnya, sebagaimana perubahan itu sendiri dimulai dari corak pemikiran. Perubahan HMI menuju cita-cita sebagaimana dengan pencapaian “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridohi  Allah SWT” Bila, organisasi ini tak mampu menjawab tantangan zaman. Maka, mau tidak mau, setuju maupun tidak setuju, nantinya HMI hanyalah menjadi wadah bagi orang yang berpikir pragmatisme, di mana setiap aktifitasnya tidak dimulai dari niat Lillahi Ta’ala atau kata lain tuk mendapatkan ridho-Nya. Tetapi kita tidak menapikan sejumlah kader HMI yang menempuh jalan sepi tuk bangsa dan ummat, sebutlah, Nurcholis Majid, Organisasi yang diprakarsai oleh (Alm) Prof. Dr Lafran Pane ini telah membuktikan organisasi yang mengedepankan dan  bercirikan intelektual, modernis dengan nilai-nilai dan rasionalitas yang tinggi sesuai dengan nilai ajaran Islam.  Namun, dalam perjalanannya mengisahkan sekelumit kemundurannya. Akankah Citra HMI sebagai organisasi kader dilandasi roh keislaman, semangat kebangsaan dan kemanusian, tidak dikotomis satu sama lain tapi totalitas padu perjuangan besar Himpunan Mahasiswa Islam ? ataukah cita-cita itu hanyalah Impian semu, atau kita bangkit dan berpikir progresif  dan tidak dininabobokkan dengan romantisme kebesaran masa lalu HMI itu sendiri.

Semoga….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline