Lihat ke Halaman Asli

Edwin C

Belajar menuangkan sesuatu melalui tulisan

Pandemi, Menyikapinya dalam Tatanan Hidup

Diperbarui: 19 September 2020   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini sebenernya agak telat, pandemi mulai kapan menulisnya baru sekarang..Lha koq gitu? Ya, saya baru mengalaminya sekarang, jadi baru ada kesempatan untuk menulis. 

Pandemi Covid 19 ini memang luar biasa, banyak perusahaan terkena imbasnya. Perusahaan-perusahaan kecil dan startup yang baru mulai bertumbuh harus terkapar, tutup. Bahkan, perusahaan yang sudah lumayan besar pun ada yang tekena dampaknya. 

Entah itu PHK sebagian atau seluruh karyawannya.  Nah, salah satu yang terdampak adalah perusahaan tempat saya bekerja. Sebagai sebuah perusahaan start up yang baru saja merangkak pada tahun 2015 terdampak sangat signifikan. Akhirnya, colapse dan para karyawan terpaksa di PHK. 

Sedih tentunya melihat kenyataan ini, karena para karyawan yang biasanya bergantung hidup pada perusahaan terpaksa harus menelan pil pahit dampak PHK ini terhadap dirinya atau keluarganya. Namun bukan hanya para karyawan berusia muda saja yang mempunyai tanggungan terhadap keluarganya, karyawan berusia tua seperti saya pun masih mempunyai tanggungan, hm yang tidak sedikit tentunya hehehe.......

Namun, apakah dengan pandemi ini kehidupan lantas harus berhenti berputar? No...semua harus tetap berjalan seperti biasa. Tagihan tetap harus dibayar, anak tetap harus sekolah, kewajiban yang bersifat pokok pun tetap harus terpenuhi. Yang harus berubah hanya pola jajan dan pola jalan jalan. So, dalam situasi kepepet biasanya naluri bertahan itu selalu muncul...biasanya lho yaa..soalnya terkadang saya liat ada yang acuh juga tuh. 

Kebetulan istri saya juga bekerja, namun tetap masih belum bisa mengcover kebutuhan dan kewajiban yang harus . Pada saat seperti ini, talenta yang biasanya terpendam karena kita sibuk bekerja, tiba-tiba akan naik ke permukaan.

 Sebenernya bukan sepenuhnya talenta saya juga sih, melainka istri saya. Talenta nya adalah memasak, dan sekaligus menjadi penjual yang baik. Lha terus talenta saya apa? Koq yang dibanggain malah istrinya? Hahayy.. itu nanti saja dibicarakan. Intinya adalah apa yang bisa kita lakukan bersama untuk membangun dasar ekonomi keluarga yang kuat. 

Dan ternyata hobi nya dalam masak memasak membuahkan hasil disaat pandemi ini. Paling tidak sedikit banyak dapat menutup kekurangan yang dibutuhkan. 

Walaupun tetap harus berusaha untuk meningkatkan hasil dan pasti lelah. Tapi, ya begitulah hidup. Kita harus berlelah untuk mendapatkan rezeki kita dan tetap menjalaninya dengan semangat. 

 Well, tulisan saya hanya ingin menyemangati kawan-kawan yang kebetulan senasib dengan saya untuk tetap bangkit. Gunakan talenta yang ada, apalagi bila sudah berkeluarga. Karena dengan keluarga semua perkara dapat ditanggung bersama  dan akan menjadi berkat yang sempurna dalam kehidupan kita dan tetap bermanfaat bagi sekitar kita.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline