Lihat ke Halaman Asli

edwi yanto

pekerja teks di Surakarta

Jogja Istimewa Karena Momentum

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Walaupun DIY khususnya Kraton sedang dilanda kisruh, tapi artikel ini tidak membahas tentang kisruh tersebut. Selama ini dalam kesadaran kolektif  orang Indonesia memandang keistimewaan Jogja karena peran dalam perjuangan dengan Indonesia. Sementara keistimewaan Aceh dan daerah lain telah dihapuskan. Demikian juga keistimewaan sesama turunan Mataram ( Surakarta) juga dihapus oleh pemerintah. Bahkan keistimewaan Jogja sudah masuk UU di zaman SBY.

Banyak pendapat beredar selama ini Jogja berjuang dan berjasa mengusir penjajah serta pernyataan bergabung dengan RI di tahun 1945 menyebabkan DIY berstatus istimewa.

Pertanyaanya? Bukankah selama ini kerajaan-kerajaan di Nusantara juga telah berjuang untuk kemerdekaan RI, bahkan kerajaan-kerajaan tersebut juga banyak yang menelurkan Pahlawan Nasional? Mereka juga menyatakan bergabung dengan RI.  Mengapa mereka tidak mendapat hak keistimewaan?

Berikut fakta seputar DIY yang sebenarnya sama dengan daerah yang punya kerajaan lainnya;

1.Untuk menjadi Raja JOGJA, sejak HB-I hingga HB IX, Belanda ikut campur tangan penunjukannya (persetujuan). Perjanjian Giyanti 1755 muncul karena VOC menginginkan Pangeran Mangkubumi menghentikan pemberontakkannya terhada Mataram, sekaligus sebagai politik pecah belah. Maka HB I dihadiahi Mataram Barat yang sekarang menjadi DIY. Selama 200 tahun Belanda bisa mendekte Yogyakarta dan juga kerajaan lain dalam menyetujui siapa rajanya. Hanya Pangeran Diponegoro yang memerangi Belanda karena makam leluhurnya dijadikan jalan. Politik Pecah belah dan campurtangan belanda ini juga terjadi di wilayah kerajaan nusantara lainnya. Kedua, pangeran Mangkubumi berhenti memberontak baik terhadap Belanda maupun Surakarta karena sudah memperoleh derajat yang sama dengan PB III.

2.Kerajaan-kerajaan di nusantara pun ada yang berjuang melawan Penjajah, seperti Sultan Iskandar Muda, Sultan Mahmud Badaruddin, Si Simngamangaraja, Pangeran Antasari, Paku Buwono VI, Sultan Hasanuddin dan yang lainnnya. Tapi diantara raja –raja nusantara ada yang pro dengan Belanda dan menindas pribumi.  Dinamika ini juga terjadi di DIY.

3.Jika Surakarta selama ini dicap sebagai kaki tangan belanda dan Jogja sebagai keraton pejuang, kita bisa saksikan banyak benda-benda pusaka seperti kereta kencana yang juga berasal dari Belanda. Sebaliknya banyak pahlawan nasional dari Kraton Surakarta seperti PB VI, Yosodipuro, Ronggowarsito, PB X, KGPH Jatikusumo.

4.Jogja menyatakan bergabung dengan Pemerintah RI melalui maklumat HB IX pada 7 September 1945, seminggu sebelumnya atau 1 September 1945, Kasunanan Surakarta SUDAH LEBIH DAHULU mengeluarkan maklumat menyatakan bergabung dengan RI yang ditandatangani PB XII. Sehingga keduannya memperoleh status daerah Istimewa. Namun pada tahun 1946, pejabat keraton Surakarta dihabisi, patih Sosodiningrat dibunuh, tumenggung juga dibantai oleh pemberontakan anti swapraja. Rajapun masih berusia muda, usia PB X baru 20 tahun, sehingga belum sematang HB IX terhadap peran yang dimainkan.

Faktor kecakapan  HB IX di tahun 1945-1949 dan momentum pergerakan di Jogja yang cenderung stabil itulah yang membuat peran HB IX meroket hingga bergelar DIY. Sebelumnya kedudukan Surakarta dan Yogyakarta adalah sama, termasuk keraton-keraton lain yang tak memiliki peran dan momentum seperti Yogyakarta. Jadilah keistimewaan DIY itu sakral sampai saai ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline