Dengan belasan ribu pulau dan luas lautan yang sangat besar, adalah mustahil kalau seluruh pulau bisa mempunyai bandara untuk dijangkau dengan pesawat terbang. Bahkan pulau-pulau di perbatasan dengan negara-negara tetangga pun, banyak yang tidak mempunyai infrastruktur bandara. Transportasi dilakukan dengan menggunakan kapal. Aktivitas keamanan dan pertahanan juga akhirnya banyak dilakukan dengan menggunakan kapal.
Pada saat diperlukan operasi hankam yang memerlukan kecepatan, kapal akan terlalu lambat. Oleh karena itu matra udara diperlukan untuk membantu. Tidak hanya mengirimkan pasukan, namun juga logistik dan keperluan lain. Dengan ketiadaan bandara di banyak pulau perbatasan dan terpencil, efektivitas operasi hankam tidak bisa berjalan dengan efektif. Untuk itulah diperlukan operasi dengan menggunakan pesawat-pesawat terbang.
Jalan keluar dengan ketiadaan bandara adalah dengan menggunakan pesawat amfibi. Pesawat jenis ini bisa take-off dan mendarat di bandara daratan, dan juga di air dan lautan. Keterbatasan infrastruktur akan bisa diatasi dengan mudah oleh TNI-AU. Dengan demikian, tidak akan ada lagi istilah "pulau terpencil" yang sulit dijangkau.
Berapa jumlah pesawat amfibi yang diperlukan TNI-AU? Mengingat banyaknya pulau-pulau kecil, jumlah pesawat amfibi yang diperlukan idealnya sangat banyak. Dengan asumsi bahwa separo dari 13.677 pulau adalah pulau-pulau kecil minim fasilitas, maka pesawat amfibi yang diperlukan sebanyak 100 buah, untuk melayani 6.000-an pulau-pulau itu. Dengan demikian satu pesawat rata-rata melayani 60 pulau. Seandainya satu pesawat bisa mengunjungi 2 pulau dalam waktu sehari, maka seluruh pulau akan bisa dijangkau sekali dalam sebulan.
Kalau diperlukan operasi yang lebih intensif, maka satu pulau bisa didatangi setiap hari oleh satu pesawat. Dengan target bahwa ada sebanyak 100 pulau di daerah perbatasan yang paling ujung.
Pesawat-pesawat amfibi tidak hanya sebatas berguna untuk operasi hankam. Untuk operasi militer non-tempur pun akan sangat bermanfaat. Misalnya untuk tanggap darurat bencana. Seandainya bandara rusak terkena gempa bumi, maka daerah itu tetap bisa dengan cepat dijangkau dengan pesawat amfibi.
Bahkan pesawat-pesawat ini juga bisa menjangkau daerah pedalaman dan daerah pegunungan yang mempunyai danau. Dengan demikian ukuran pesawat amfibi yang dipunyai pun harus bermacam-macam. Untuk mendarat di danau, hanya pesawat berukuran kecil yang dimungkinkan.
Lantas dari mana pesawat-pesawat itu dibeli? Cukup dari PT Dirgantara saja. Mereka punya kemampuan untuk meriset, mendesain dan memproduksinya. Model-model pesawat yang mereka produksi selama ini desainnya bisa dikonversi dengan mudah untuk mempunyai kemampuan amfibi.
Jadi kalau negara kepulauan ini masih mengeluh dengan tidak bisa menjangkau pulau-pulau di perbatasan, sesungguhnya solusi itu sudah ada, kalau kita mampu memikirkannya dengan cara yang kreatif, dan mewujudkannya dengan tekad kuat. Dengan demikian kehadiran negara buat rakyatnya di mana pun bisa terasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H