Era terbang dengan tiket murah sudah berakhir. Kalaupun ada tiket-tiket yang berharga murah, jumlahnya dalam satu penerbangan akan jauh berkurang. Ini karena maskapai-maskapai bertarif murah sudah sangat sulit mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Kita bisa melihat dari banyaknya maskapai yang berguguran pada dasawarsa terakhir, terjadi di semua belahan dunia. Ada yang tutup perusahaan, ada yang diakuisis oleh maskapai lain yang lebih kuat modal dan ketrampilan manajemennya.
Kalau bisnis harus tetap berlangsung, tidak bisa lain mereka harus melakukan dua hal sekaligus: mengurangi jumlah tiket berharga murah, dan memperbaiki pelayanan. Dua hal ini harus dilakukan berbarengan. Harga yang dinaikkan tanpa perbaikan pelayanan akan membuat penumpang berpindah ke maskapai full service. Perbaikan pelayanan tanpa kenaikan harga, hanya membebani dari sisi biaya operasional yang bisa membuat perusahaan merugi.
Maskapai harus mengurangi tiket berharga murah karena pesawat-pesawat jet yang uzur sudah tidak bisa dipakai lagi. Boeing 737-200 perlahan-lahan akan dihentikan pengoperasian komersialnya. Demikian juga MD-80 dan MD-90, Fokker F-100. Maskapai harus membeli atau menyewa pesawat-pesawat baru. Sementara itu harga pesawat jet baru sangat mahal.
Dengan kondisi ini, dalam waktu dekat kita akan melihat konsolidasi bisnis penerbangan di mana mereka akan mulai beralih ke pesawat-pesawat baling-baling yang jauh lebih murah biaya investasi dan lebih hemat operasionalnya. Harga per buah pesawat baling-baling berkisar sepertiga sampai setengah harga pesawat jet. Konsumsi bahan bakarnya jauh lebih hemat.
Pemakaian pesawat-pesawat baling-baling sebenarnya lebih rasional untuk rute-rute dengan jarak penerbangan di bawah satu setengah jam. Jakarta - Semarang ataua Jakarta - Yogyakarta misalnya, masih ideal dilayani dengan pesawat baling-baling. Dengan demikian tiket akan lebih murah.
Keuntungan lain pesawat baling-baling adalah landasan yang jauh lebih pendek. Bandara Yogyakarta yang terbatas panjangnya karena di ujungnya ada sungai, akan sangat terbantu dengan lebih banyak pengoperasian pesawat baling-baling untuk rute kota ini.
Kota-kota kecil seperti Cilacap dan Madiun, akan bisa diterbangi oleh pesawat-pesawat baling-baling. Dengan demikian tidak hanya rute-rute perintis yang bisa diterbangi, namun juga kota-kota menengah di Jawa, bahkan kota-kota besar di Jawa untuk jarak penerbangan di bawah satu setengah jam. Untuk penerbangan di atas satu setengah jam, pesawat jet tetap dibutuhkan. Misalnya Jakarta ke Jayapura. Namun harganya menjadi tidak murah lagi. Sekali lagi karena armada pesawat jet yang digunakan adalah pesawat baru, biaya leasing kepemilikan pesawat, dan harga BBM avtur yang makin mahal.
Pengoperasian pesawat baling-baling membantu pemerintah dalam menghemat bahan bakar avtur. Sekaligus menurunkan biaya inefisiensi logistik yang terkenal boros dan tidak efisien di negara ini.
PT Dirgantara akan menemukan momentum kembalinya bisnis yang baik dengan membesarnya pasar pesawat baling-baling yang akan memasuki masa keemasan. PT DI akan bersaing dengan ATR 72, Dash 8, MA-60 dan Beechcraft memperebutkan kue pasar penerbangan domestik.
Dan dengan pesawat baling-baling, anda akan tetap bisa terbang dengan tiket murah ........ Sayangnya, bandara-bandara di Jawa dan Jakarta ini yaitu Soekarno-Hatta dan bandara-bandara lain saat ini belum mempunyai visi untuk persiapan pelayanan pesawat baling-baling ini. Jumlah pesawat ini akan dengan cepat bertambah yang memerlukan pengaturan tersendiri untuk apron di bandara dan mobilitas penumpang dari terminal yang akan menuju pesawat dan yang meninggalkan pesawat menuju terminal bandara. Pandangan pengelola bandara saat ini hanya ke antisipasi pertambahan jumlah dan penerbangan pesawat-pesawat jet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H