Beberapa hari yang lalu (Selasa 7 September 2010), saya disalip oleh konvoi mobil menteri di Jembatan Semanggi. Konvoi menteri diketahui dari adanya 'voorijders' dan Mobil Toyota Crown Royal Saloon.
Yang menarik, di kaca belakang mobil menteri itu masih tertempel dengan jelas stiker dengan huruf kanji Jepang yang menunjukkan bahwa mobil itu asli CBU (completely built-up), bukan rakitan dalam negeri.
Sudah banyak dibahas, di tengah aspirasi rakyat untuk memakai produk dalam negeri, ironis juga kalau justru menterinya memakai produk yang asli impor! Produk rakitan dalam negeri rupanya dianggap kurang wah.
Kalau dulu mobil menteri adalah Toyota Camry dan sekarang Toyota Crown, tentunya ada evaluasi sebelumnya bahwa Toyota Camry tidak cukup memadai untuk dipakai sebagai mobil menteri. Apakah memang demikian?
Di tengah pengaburan informasi mengenai harga sebenarnya Toyota Crown ini, di mana satu informasi menyebutkan sekian milyar Rupiah, dan informasi lain menyebutkan sekian ratus juta Rupiah dengan anggapan bahwa toh semua pajak mobil-mobil itu kembali ke negara, sebenarnya selisih harga itu kalau dipakai untuk membiayai kuliah anak-anak Indonesia sampai lulus, kalau ada 40 mobil yang dibeli, maka akan ada beasiswa untuk 40 orang anak Indonesia sampai meraih kesarjanaan.
Mengapa tidak mau mengalah sedikit saja sih dengan aspirasi rakyat kebanyakan? Sudah tidak mau memakai produk dalam negeri, malah mobilnya dipamerkan sebagai mobil CBU dengan stiker di kaca belakang yang (mungkin sengaja) tidak dilepas oleh Setneg!
Apa benar martabat bangsa bisa lebih baik dengan menggunakan mobil impor utuh? Jadi, produk dalam negeri dihimbau dipakai oleh rakyat, tapi pejabat lebih memilih produk impor utuh dan memamerkannya di jalan-jalan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H