TETES AIR MATA IBU PERTIWI
Senin, 30 Maret 2020 ketika jarum jam menunjuk 19.05 WIB tepat waktu dimana goresan ini kumulai. Berada jauh dari keramaian kota disebuah desa terpencil pelosok negeri Saludengen,Bambang,Mamasa,Sulawesi Barat tepat dimana lokasi kini tempatku berdiam. Yang beberapa hari lalu posisi ku saat ini berbeda dengan waktu itu. Makassar,Sulawesi Selatan tepatnya. Dimana aku harus berjuang menahan rasa ingin keluar dari kota namun kenyataannya harus tetap stay dirumah menunggu info pasti dari para petinggi melalui media akan kelanjutan karierku di bangku pendidikan.
Titik focus perhatian tidak hanya mengarah kesitu, namun sesekali dan bahkan berkali-kali meleset ke problema Bangsa dan Dunia saat ini sedang rasakan. Wabah yang sama sekali tidak terencana namun datang dengan sendirinya tanpa mengetok lapisan Atmosfer dan mengucap salam di pintu perbatasan Negara. Datang dengan sekejap mata menyelinap dalam tubuh para insan di bumi tak beranjak Jika tak melihat mereka terkapar lemah dan tak jarang menghembuskan nafas terakhir dalam sesaknya.
Ketika para petinggi sedang menyusun strategi untuk mengurangi pergerakan masyarakat, para ilmuan memutar otak untuk menghasilkan penangkal, barisan garda terdepan yakni mereka para team medis yang harus stay 24 jam mendampingi dan merawat mereka yang terkapar,
COVID 19 Sang Predator ganas tetap saja bergerak tak memberi ruang.
Mereka panik,mereka takut,mereka menangis,dan mereka sangat berduka. Begitu banyak moment yang telah tertata rapi untuk dilalui hancur beratakan, ada banyak moment indah yang saat itu sedang berlangsung harus bubar karena pandemik ini, ada begitu banyak jiwa yang kini harus merintih dalam sedih ketika tak disangka tatapan terakhir dengan orang terdekat mereka harus disebut "beberapa hari lalu" sebelum beliau bergeser ke alam yang berbeda, ada begitu banyak dari mereka yang saat ini menangis dalam Doa mendoakan orang yang mereka sayang bertempur di barisan garda terdepan para medis.
Saat ini Ibu Pertiwi pun menangis, Ibu Pertiwi sedih melihat perasaan gelisa,takut,dan duka para insan dalam Tanah ini.
Melihat mereka yang berjuang melawan rasa sakit, melihat mereka yang kini telah menyatu dengan tanah, dan melihat kita yang saat ini sedang Berjuang, berjuang memutuskan rantai penyeberan sang Predator Ganas COVID 19 ketika semua aktifitas diluar harus terhenti sementara demi membantu Petinggi penyusun strategi, dan team Kesehatan sebagai garda terdepan.
Butiran-butiran tetes hujan malam ini membawa pesan dari Ibu Pertiwi yang dititip kepada seorang Penulis awam untuk dimuat dalam Goresan
"air mata boleh jatuh,rasa takut dan gelisa boleh datang,duka boleh hadir, tapi PENGHARAPAN untuk "Menang" jangan memudar. Patuh pada aturan Petinggi Bangsa karena itulah strategi !, ikuti anjuran barisan terdepan para Team Medis karena itulah strategi !, berserah pada Sang Pencipta dalam Doa, Percaya Bahwa Negara Dan Dunia akan segerah Pulih.
BADAI PASTI BERLALU"
...Edwin Saputra...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H