Lihat ke Halaman Asli

Edward Paskah Mulia Tambunan

Saya adalah seorang pelajar di Kolese Kanisius

Langgar Kode Etik Pendidikan: Profesor Muda dengan Potensi yang Terbuang Sia-sia.

Diperbarui: 17 Agustus 2024   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prof. Kumba Digdowiseiso, merupakan salah satu profesor termuda di Indonesia yang menerima gelarnya pada usia 38 tahun. Beliau bekerja sebagai dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional (Unas), Jakarta. Kasus beliau yang masih hangat mencakup pencatutan nama sejumlah akademisi dari Universiti Malaysia Terengganu. Kasus ini merupakah contoh sikap seorang yang sangat bertolak belakang dengan gelarnya. Seorang profesor atau guru besar sepantasnya bertindak dengan dewasa dan bertanggung jawab. Gelar tersebut menunjukan bahwa seharusnya beliau sudah mampu mencetuskan karya ilmiahnya sendiri dan paham kode etik dalam dunia akademik. Sayangnya, kasus ini menunjukan bahwa sejatinya memang beliau belum cukup dewasa untuk menyandang gelar guru besar.

Meski pihak akademisi Malaysia hanya menuntut nama mereka dihilangkan dari penelitiannya, namun pantas juga jika gelarnya dicabut sebagai konsekuensi dari kasus ini. Kasus ini menunjukan bahwa perlu diadakan perubahan persyaratan pemberian gelar guru besar untuk menghindari terjadinya kasus yang serupa.

Tidak hanya mencatut nama akademisi lain tanpa izin, namun Prof. Kumba juga terbukti melakukan tindak plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Beliau sudah mempublikasikan sekitar 160 karya ilmiah dalam tahun 2024. Namun berdasarkan pernyataan koordinator Kaukasus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, karya ilmiah Prof. Kumba mendapatkan skor kesamaan 96 hingga 97 persen saat dicek dengan situs turnitin.

Memang dari kasus ini terbukti bahwa karya ilmiah yang dipermasalahkan tidak dipakai dalam pengajuan gelar guru besar oleh Prof. Kumba. Karya ilmiah tersebut ditulis setelah ia mendapat gelar guru besar. Namun justru itu semakin memalukan. Tak pantas jika seorang yang sudah menerima gelar guru besar melakukan tindakan tidak profesional seperti plagiarisme, ataupun mencatutkan nama akademisi lain yang tidak terlibat.

Prof. Kumba ini ibarat seekor kucing liar yang dipungut dan dipelihara, namun tetap kembali ke alam liar tiap harinya untuk mencari makan. Beliau sudah diangkat menjadi seorang guru besar, dan diberikan kepercayaan untuk bertindak profesional, namun ia tetap bertindak seperti orang yang tidak terdidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline