Lihat ke Halaman Asli

Semua Berasal dari Hilangnya Rasa Tawaduk

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Banyak orang yang menyatakan bahwa generasi yang hidup pada era ini memasuki zaman yang bebas. Bahkan saking bebasnya seakan-akan tanpa ada kontrol, baik dari orang tua maupun lingkungannya. Tak jarang bisa ditemui anak kecil berani melakukan sesuatu yang dianggap tabu oleh budaya masyarakat di masa lalu. Misalkan saja berbicara jorok, bicara membentak, bolos sekolah, berkelahi, dan lainnya.

Tak sampai disitu, para guru juga mengeluhkan perilaku anak didiknya di masa ini yang jauh dari rasa hormat pada mereka. Pembelajaran lebih banyak waktunya dihabiskan untuk menenagkan kondisi kelas. Memukul, bahkan memarahi anak didik menjadi hal yang terlarang bagi guru. Sehingga hal yang bisa dilakukan adalah memahami kondisi peserta dengan beragam metode, strategi dan pendekatan pembelajaran yang sudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi mata pelajaran dan peserta didiknya.

Kondisi pendidikan masa ini memang kontras dengan pendidikan tempo dulu. Orang tua dan guru menjadi sosok yang disegani oleh para anak. Bahkan ketika guru berbicara jarang yang berani bertatapan dengan melihat wajahnya langsung. Para peserta didik beranggapan bahwa ketika orang tua maupun guru memberikan penjelasan terkait sesuatu adalah sesuatu yang wajib diikuti. Hebatnya output yang dihasilkan dari pendidikan yang dikenal kolot tersebut berjalan suskes dan menghasilkan generasi yang mandiri dan berprinsip.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa beda zaman beda perlakuan. Namun kira-kira apa yang hilang dari era dulu dengan era sekarang yang mengakibatkan perubahan yang berdampak pada degradasi perilaku tersebut.Jawabnya adalah rasa tawaduk. Apa itu tawaduk kok bisa dikatakan sebagai landasan perubahan zaman tersebut.

Tawaduk dilihat dari pengertian bahasa adalah rendah hati. Sedangkan secara istilah tawaduk diatikan sebagai sikap merendahkan hati, baik di hadapan Allah SWT maupun sesama manusia. Sikap tawaduk merupakan bagian dari Akhlakul karimah, sehingga sikap dan perilaku manusia akan menjadi lebih baik. Manusia yang sadar akan hakikat kejadian dirinya tidak akan pernah mempunyai alasan untuk merasa lebih baik antara yang satu dan yang lainnya.

Di dalam Al qur’an, Allah SWT berfirman pada surat Al Fuqon ayat 63 yang artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila ada orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik”.

Sering kali tersiar di berbagai media terkait tingkah polah peserta didik yang ada di zaman ini. Misalkan saja tawuran antara sekolah A dan B, hamil di luar nikah saat masih menyandang status pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya. Walaupun demikian kita tidak menafikan berbagai prestasi baik akademik maupun non akademik yang diraih oleh para pelajar negeri ini. Tapi berbagai tindakan para pelajar yang sudah jauh mencerminkan budaya Indonesia yang penuh dengan sopan dan santun patut mendapatkan perhatian.

Selain perilaku pelajar di masa ini yang mengelus dada, berbagai perilaku baik dari masyarakat biasa hingga para pejabat di negeri ini juga sudah mulai kehilangan jati diri bangsa. Misalnya saja mereka yang sudah tak punya malu mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan cara korupsi, kolusi dan nepotisme. Melakukan perselingkuhan yang mengekibatkan banyaknya angka perceraian tiap tahun, dan lainnya. Hal ini perlu menjadi koreksi semua pihak, sebab yang melakukan tindakan-tindakan tersebut sejatinya adalah mereka yang berpendidikan.

Terdegradasinya rasa tawaduk harus menjadi perhatian para pelaku pendidikan, sebab pendidikan merupakan pondasi awal terciptanya sebuah generasi. Baik buruknya sebuah zaman tercermin dari bagaimana pendidikan mengelola peserta didiknya. Hal yang yang bisa dilakukan untuk menumbuhkanrasa tawaduk adalah diawali dari sebuh model. Orang tua, guru adalah orang terdekat dari seorang anak yang perilakunya lebih sering meniru mereka. Mari kembalikan budaya Indonesia sebagai Negara yang santun dan berkepribadian melalui pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline