Lihat ke Halaman Asli

Politik Genderuwo, Begu Ganjang dalam Sistem Pemerintahan Tradisional Masyarakat Batak Toba

Diperbarui: 15 November 2018   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari segi etimologi,  genderuwo hampir sama dengan begu ganjang yaitu adanya fenomena penampakan dari hantu yang berbentuk manusia dan menakutkan. Bedanya genderuwo dikenal didalam mitologi masyarakat di Pulau Jawa, dengan sosok berwujud manusia mirip kera, yang bertubuh besar dan kekar dengan warna kulit hitam kemerahan, tubuhnya ditutupi rambut lebat yang tumbuh di sekujur tubuh. Sedangkan begu ganjang di kenal didalam mitologi masyarakat di Pulau Sumatera Bagian Utara khususnya masyarakat Batak, mahluk yang awalnya tampak kecil lama kelamaan kelihatan menjadi tinggi atau panjang ke atas.

Munculnya peristiwa-peristiwa yang dikaitkan dengan isu Begu Ganjang didalam masyarakat Sumatera Utara pada Abad kesembilanbelas, telah membawa penjelasan secara tidak resmi tentang asal usul dan mitologi Begu Ganjang itu sendiri dimana asal usul dan mitologinya sama dengan apa yang ada dalam literatur tentang Pangulu Balang.

Sistem Pemerintah (Harajaon) Tradisional Masyarakat Batak Toba dulunya adalah berbentuk federasi, yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja secara turun temurun.

Tiap-tiap Pemerintahan (Harajaon) masing-masing terdiri dari tiga tingkatan yaitu Kerajaan Bius membawahi beberapa Kerajaan Horja, dan masing-masing kerajaan Horja membawahi beberapa Kerajaan Huta. Setiap tingkatan pemerintahan ini masing-masing memiliki lembaga/aparatur yang menjalankan tugas pokok dan fungsinya dibidang pertahanan dan keamanan.

Pada tingkat kerajaan Bius dikenal dengan Pande Raja, ditingkat kerajaan Horja dikenal dengan Raja Parsinabul, sedangkan di tingkat Kerajaan Huta dikenal dengan Pangulu Raja atau Ulu Balang Porang. 

Masing-masing tingkatan Sistem Pemerintahan (Harajaon) Tradisional Masyarakat Batak Toba ini mempunyai alat utama sistem pertahanan yang dikenal dengan Pangulu Balang.

Ada dua jenis Pangulu Balang yaitu yang Pertama: Pangulu Balang Surusuruon yaitu yang diperintahkan untuk melakukan sesuatu seperti membunuh atau mematikan.

Kedua: Pangulu Balang Suansuanon yaitu yang diperintahkan sebagai penjaga rumah, kampung dan ladang. Pangulu Balang Surusuruon juga digunakan sebagai alat untuk memusnahkan musuh dan roh jahat.

Dapat juga digunakan utk melumpuhkan sarana gaib yang dikirim musuh atau mengembalikannya kepada musuh yang mengirimnya bahkan sering digunakan atau diminta untuk merusak musuh atau orang atau desa yang dibenci. Pangulu Balang juga digunakan dalam perang untuk melawan musuh dan dikirim ke kampung atau daerah musuh. 

Pangulu Balang itu sendiri adalah roh, dan sebagai bentuk nyatanya adalah serbuk jasad dari seorang anak kecil atau tawanan yg sengaja dibunuh untuk dijadikan sebagai roh atau begu yang disimpan dalam patung kecil, tanduk kerbau (Sibiaksa), bejana besar atau kecil, tabung-tabung bambu dan dalam bentuk tongkat para raja yang dikenal dengan Tunggal Panaluan (tongkat penakluk musuh).  

Meerwaldt seorang misionaris, berdasarkan pernyataan-pernyataan narasumber dan pengamatannya sendiri yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul "De Bataksche tooverstaf" yang diterbitkan pada tahun 1902 menjelaskan agar pangulu balang dapat bekerja efektif haruslah roh yang selalu marah. Roh yang selalu marah berasal dari roh seseorang yang meninggal mendadak yang dihasilkan melalui suatu ritual penting. Seseorang mendapatkan seorang anak yang berusia antara duabelas tahun sampai dengan lima belas tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline