[caption id="attachment_406482" align="aligncenter" width="560" caption="MENGENTAK - God Bless, dari kiri ke kanan: Donny Fattah (bass), Abadi Soesman (kibor), Ahmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), dan Fajar Satritama (drum) sukses mengentak La Piazza. (foto: Edu Krisnadefa)"][/caption]
JUMAT malam itu, 27 Maret, terasa begitu istimewa bagiku. Bersama empat rekan aku menghabiskan malam menyaksikan konser God Bless di Dock 88, La Piazza, Kelapa Gading. Bagaimana tidak istimewa? God Bless gitu loh.... Band legendaris yang telah hidup di negeri ini lebih dari 40 tahun! Band rock lokal yang paling memengaruhi masa-masa remajaku selain Grass Rock.
Masih terekam betul dalam benak ini. Sekitar tahun 1988, pertama kali aku menyaksikan God Bless lewat layar kaca, di acara Aneka Ria di TVRI. “Kehidupan”, itulah lagu pertama mereka yang kukenal. Lagu yang kemudian menjadi salah satu hits album di Semut Hitam, album God Bless yang disebut-sebut paling sukses secara penjualan.
Lagu “Kehidupan” ini juga yang kemudian mengantarkanku semakin intens berkenalan dengan musik God Bless, selain lagu-lagu Iwan Fals dan glam rock ala Gun’s N Roses, Skid Row, Poison dan kawan-kawan.
God Bless sendiri tampil sekitar pukul 21.00 WIB, setelah sebelumnya panggung jadi milik The Specialist, home band Dock 88. Cukup menghibur juga penampilan band dengan dua vokalis ini.
[caption id="attachment_406484" align="aligncenter" width="300" caption="Ahmad Albar dan Ian Antono (foto: Edu Krisnadefa)"]
[/caption]
Membawakan lagu-lagu rock hits di era 1970-an hingga 1990-an, The Specialist mampu mengangkat hype audiens dengan nomor-nomor kencang seperti Still of The Night dari Whitesnake, “Highway to Hell” (AC/DC), “You Give Love a Bad Name” (Bon Jovi) dan lainnya. Sang vokalis juga sempat memukau audiens dengan vokal ciamiknya saat membawakan lagu Steel Heart, “She’s Gone”.
Namun, massa begitu saja lupa akan penampilan keren mereka begitu God Bless naik panggung. Ukuran panggung sendiri tak terlalu besar. Mungkin sekitar 20x10 meter. Namun, itu justru membuat artist dan penonton jadi nyaris tak berjarak, intim.
Tiket yang dijual dengan harga minimal Rp 100 ribu untuk konser dengan tajuk “A Night of Legend” ini sendiri sold out alias ludes, des. Sehingga begitu banyak pengunjung yang harus rela menonton dari luar arena, termasuk teman-teman dari God Bless Community (GBC), kelompok fan militan God Bless. Namun, lantaran konsep arena yang setengah terbuka, mereka masih bisa menikmati jalannya konser dari luar, meski dengan sudut pandang yang tak ideal.
[caption id="attachment_406485" align="aligncenter" width="300" caption="HISTERIS - Massa yang histeris merangsek hingga bibir panggung (foto: Edu Krisnadefa)"]
[/caption]
Alhasil, penonton yang berada di dalam dan luar venue pun sama banyak jumlahnya. Mungkin jika ditotalnya mencapai seribu orang, atau mungkin lebih.
Aku dan kawan-kawan beruntung karena bisa menyaksikannya dari dalam dengan bantuan teman dari GBC. Aku pun berkesempatan dan leluasa mengambil gambar, bahkan sampai ke bibir panggung.
Tapi, terus terang, agak sulit membagi konsentrasi, antara mengambil gambar dan menikmati show. Apalagi lagu-lagu yang dimainkan, semuanya sangat, sangat familiar dengan telinga ini.
Bakar Adrenalin
Tampil dengan formasi Ahmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), Donny Fattah (bass), Abadi Soesman (keyboard) dan addiotional drummer, Fajar Satritama, total, God Bless memainkan 16 lagu malam itu.
Mereka membuka konser dengan lagu “Bla, Bla, Bla” yang diambil dari album Semut Hitam. Lagu ini kontan langsung membakar adrenalin penonton.
Terasa betul aura yang begitu kuat dari Ahmad Albar yang mampu memainkan emosi penonton. Begitu juga saat dia mebawakan lagu kedua, “Diskriminasi” (album Apa Kabar?), ketiga, “Menjilat Matahari” (Raksasa) dan seterusnya.
Wajar pula jika massa di dalam arena yang awalnya hanya duduk di depan meja—mungkin konsep awalnya demikian—lama-lama ikut merangsek ke depan panggung. Suasana pun jadi mirip konser rock “sungguhan”. Bahkan ada beberapa penonton naik ke atas meja, benar-benar bikin merinding!
Ini masih didukung dengan aksi-aksi panggung para personel God Bless juga sangat atraktif. Albar, di usianya yang telah mencapai 68 tahun, bahkan masih sempat berlari-lari di panggung saat lagu “Bis Kota”. Dia juga sangat komukatif dengan penonton.
[caption id="attachment_406486" align="aligncenter" width="300" caption="Ahmad Albar"]
[/caption]
“Udah capek belum????” begitu dia berteriak kepada penonton, di tengah-tengah konser. Massa pun serempak menjawab “beluuummmm..” “Bagus!!! Gue juga belum capek,” dia menimpali. Ah, Ahmad Albar.... Doi memang rocker sejati!
Selain Albar, penampilan Donny Fattah, sang bassist, di sisi kanan panggung juga sangat energik. Menggunakan bass senar lima, dia begitu atraktif dengan gayanya yang nyentrik. Hasilnya, kamera otomatisku jadi kesulitan menangkap aksi-aksinya. Om Dons.... you’re my bass hero.
Ian Antono, seperti biasa sangat kalem di panggung. Namun, di setiap interlude lagu, jari-jarinya berubah menjadi garang, super garang bahkan. Termasuk saat memainkan part-part milik Eet Sjahranie di lagu “Serigala Jalanan”. Wow....Ian Antono berubah jadi shred guitarist. Di album apa Kabar? (1997), lagu ini memang dimainkan dengan format double lead: Eet dan Ian Antono.
Abadi Soesman juga tak kalah unjuk kebolehan. Terutama pada lagu “Anak Adam” yang berdurasi lebih dari 11 menit. Terasa betul kematangan keyboardist yang juga pernah lama bersama Guruh Gispy dan Bharata Band ini dalam menggerayangi tuts-tuts keyboard.
Abadi Soesman yang baru kembali bergabung pada tahun 2002, memang tak asing dengan lagu “Anak Adam”. Sebab, dialah yang memainkan lagu tersebut di album Cermin, tahun 1980. Bahkan di album ini dia juga sempat menyumbang lagu ciptaannya, “Insan Sesat”, yang kemudian dijadikan nama band oleh teman-teman GBC yang dikomandani sang presiden, Asriat Ginting.
Di album Cermin itu, Abadi Soesman masuk menggantikan Jockie Surjoprajogo, yang sempat hengkang usai album pertama God Bless, tahun 1975. Jockie sendiri kembali pada album Semut Hitam, sebelumnya akhirnya kembali meninggalkan God Bless, usai album Raksasa (1989). Kali ini bersama drummer Teddy Sunjaya.
Uniknya keduanya kembali pada tahun 1997, bersama Ian Antono, yang ditandai dengan dirilisnya album Apa Kabar? Baru, setelah album ini Jockie dan Teddy benar-benar keluar.
Dan, ketika itu, lagi-lagi Abadi Soesman kembali datang menyelamatkan God Bless, mengisi tempat yang ditinggalkan Jockie. Sementara tempat Teddy sempat digantikan oleh Yaya Moektio, sebelum Fajar masuk pada sebagai additional. Mantan drummer Krakatau, Gilang Ramadhan juga sempat duduk di belakang set drum God Bless.
Performa Fajar sendiri luar biasa, malam ini. Drummer Edane ini membuat lagu-lagu God Bless jadi lebih bertenaga. Dua jempol untuk om Fajar.
Super Puas
Yang jelas, kami semua, penonton, bisa pulang dengan puas. Aku sendiri sempat nyaris menangis saat God Bless membawa dua lagu dari album solo Ahmad Albar dan bersama Duo Kribo, secara berturut-turut, “Syair Kehidupan” dan “Panggung Sandiwara”. Saat ikut bernyanyi di dua lagu tersebut, seperti ada airmata menetes di pipi ini.
Bukan apa-apa dua lagu tersebut, yang dirilis tahun 1980 dan 1978, mengingatkanku akan masa remajaku lantaran kembali ngetop di tahun 1990-an dengan berbagai cover versionnya.
Termasuk almarhumah ibuku, yang memang sangat menyukai dua lagu ini. Sering beliau bersandung dua lagu ini saat aku memainkannya dengan gitar..ahhh. Tapi, begitu sadar di sebelah ku ada Mas Agus Widodo, seorang kawan dari GBC, Aku jadi malu sendiri..he, he, he...
[caption id="attachment_406487" align="aligncenter" width="300" caption="MENIKMATI - Penulis sangat menikmati konser malam itu."]
[/caption]