Oleh. Eduardus Fromotius Lebe
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)
Di Indonesia, tahun 2024 merupakan tahun politik. Sebab, ada tahun tersebut akan bangsa Indonesia akan melaksanakan perhelatan besar yaitu pemilihan umum (pemilu). Pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) dilaksanakan secara serempak pada tahun 2024 tersebut. Hitung-hitungan politik pun sudah mulai mencuat ke permukaan.
Tidak tinggal diam, lembaga survei pun melakukan simulasi beberapa tokoh yang berpotensi maju di Pilpres 2024. Terkesan masih sangat dini. Akan tetapi, potret elektabilitas setiap calon menjadi rujukan bagi partai politik untuk menentukan langkah strategis menyambut Pilpres 2024.
Bagi para tokoh, potret elektabilitas hari ini sebagai masukan untuk menentukan langkah politik ke depan. Termasuk dalam hal meningkatkan kinerja kerja, meningkatkan popularitas. Dan yang paling penting meningkatkan citra politik yang baik di tengah masyarakat.
Potret survei hari ini menyimpulkan bahwa tidak ada figur yang mendominasi tingkat elektabilitasnya. Itu berarti, semua figur memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan Pilpres 2024. Termasuk mereka yang tidak dijagokan untuk maju di Pilpres 2024. Sebab dalam politik, dinamika bisa berubah hanya dalam waktu yang singkat.
Pilpres 2024, sangat ditentukan oleh peta koalisi si yang akan dibangun oleh partai politik. Jika merujuk pada koalisi partai saat ini (oposisi dan pemerintah) maka Pilpres 2024 hanya akan mengusung satu paket calon saja alias calon tunggal. Sebab hanya partai koalisi pemerintah yang memenuhi ambang batas atau presidential threshold yaitu 20%.
Penulis dan pembaca tentu tidak mengharapkan hal ini terjadi. Kita mengharapkan jumlah pasangan calon presiden melebihi dua pasang calon. Selain sebagai alternatif pilihan yang lebih banyak, juga untuk menghindari polarisasi pemilih yang dapat menimbulkan konflik horizontal.
Di atas kertas Pilpres 2024 paling tidak dapat menghasilkan tiga koalisi partai untuk mengusung calon presiden. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kursi masing-masing partai yang dimiliki saat ini. Undang-undang Pemilu mengatur bahwa persentase suara masing-masing partai pada Pemilu 2019 akan dipakai sebagai tiket untuk mendukung capres di 2024.
Ceritanya akan lain, jika negosiasi tidak mencapai kesepakatan antar elit partai dalam membangun koalisi. Kepentingan masing-masing elit partai, seringkali menemukan jalan buntu dalam membangun kesepakatan koalisi. Bukan tidak mungkin masyarakat akan disodorkan hanya 2 paket calon presiden di Pilpres 2024.