Lihat ke Halaman Asli

Eduardus Fromotius Lebe

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan Skripsi

Mengapa Takut dengan Buzzer?

Diperbarui: 21 Desember 2021   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Buzzer di media sosial (sumber: news.detik.com)

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

Akhir-akhir ini banyak orang dikaitkan atau dituduh sebagai buzzer. Seperti, buzzer politik, buzzer pemerintah, buzzer bayaran dan lain sebagainya. Begitu kira-kira tuduhan kepada penggiat media sosial yang berbeda pemikiran dengan mereka.

Mereka menganggap buzzer adalah hama demokrasi. Karena membungkam suara kaum kritis. Padahal kalau diperhatikan secara saksama bukan demikian adanya. Alasannya sederhana, karena buzzer jauh lebih cerdas dari pada mereka yang melabeli diri sebagai orang-orang kritis.

Menurut Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), buzzer adalah individu atau akun yang memiliki kemampuan amplifikasi pesan dengan cara menarik perhatian atau membangun percakapan, lalu bergerak dengan motif tertentu. Itu berarti semua penggiat sosial yang memiliki kemampuan memberikan pesan sehingga mampu menggerakkan orang lain adalah buzzer. Penulis juga bisa saja disebut buzzer di Kompasiana.

Sebagian kelompok mengkonotasikan jelek tentang buzzer. Bagi mereka buzzer harus diberantas karena merusak alam demokrasi terutama dalam ruang digital. Namun mereka lupa bahwa kehadiran buzzer merupakan salah indikator peningkatan demokrasi dalam ruang digital.

Berbeda pendapat dituduh buzzer, berbeda pandangan politik dituduh buzzer, membela kebijakan pemerintah dituduh buzzer. Kalian mau nya apa sih? Begitulah dengungan para buzzer yang dituduh buzzer oleh para buzzer juga. Sebab, sejatinya baik yang dituduh atau pun yang menuduh adalah buzzer. Hanya beda peran saja. Oleh karena itu, jangan cepat-cepat menuduh orang lain buzzer.

Sialnya yang sering menuduh buzzer adalah orang yang seyogyanya paham demokrasi dan mengerti perbedaan pendapat. Tokoh-tokoh seperti Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, Mardani Ali Sera, Muhammad Said Didu seperti alergi dengan keberadaan buzzer.

Eksistensi buzzer di alam demokrasi bukan sesuatu yang perlu ditakutkan. Walaupun sering kali merepotkan orang-orang seperti Rizal Ramli dan kawan-kawan. Lalu, mengapa takut dengan buzzer. Berikut ini penulis menguraikan beberapa alasan mengapa peran buzzer dirasa sangat membahayakan kelompok tertentu.

1. Meruntuhkan Hegemoni berpikir

Salah satu kekuatan buzzer adalah meruntuhkan hegemoni berpikir yang selama ini dikesankan hanya milik orang-orang tertentu. Dalam ruang digital, publik tidak lagi percaya 100 persen apa yang disampaikan oleh ahli atau tokoh-tokoh tertentu. Butuh pendapat lain selain ahli atau para tokoh. Suara itulah yang dimanfaatkan para buzzer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline