Lihat ke Halaman Asli

Edi Santoso

terus belajar pada guru kehidupan

"Boleh Berbagi, Asal..."

Diperbarui: 28 September 2016   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alkisah, Socrates mendapat kunjungan seorang teman lama. Tamu ini datang penuh antusias, seolah ada hal penting yang hendak disampaikannya. "Socrates, aku ada kabar penting tentang murid-muridmu," ujarnya, seolah tak sabar untuk sekadar berbasa-basi terlebih dulu. Socrates yang arif itu bisa menebak maksud kedatangan tamunya. "Oke, sebelum kamu cerita banyak, aku ada tiga pertanyaan, tolong dijawab dulu," katanya.

"Pertama, apakah kamu yakin, apa yang hendak kamu sampaikan itu sungguh-sungguh benar adanya?" Sang tamu agak kaget mendapat pertanyaan ini. "Ehm, sebetulnya kabar ini aku dapatkan dari cerita orang lain. Entah benar atau tidak, saya tak tahu pasti," kata dia. Socrates hanya tersenyum mendengarnya.

"Kedua, apakah kamu sadar, bahwa apa yang hendak kamu sampaikan itu sesuatu yang baik," tanya Socrates selanjutnya. Sang tamu garuk-garuk kepala. "Ehm,...sejujurnya tidak," jawabnya singkat.

"Nah, ini pertanyaan terakhir. Apakah kamu yakin, apa yang hendak kamu sampaikan itu akan membawa manfaat?" Sang tamu tak segera menjawab. Wajahnya memerah. "Tidak," jawabnya singkat.

"Oke. Jadi, setelah sadar bahwa kabar yang kamu bawa itu tak jelas kebenarannya, tentang suatu yang buruk, dan tak membawa manfaat, kamu masih hendak menyampaikannya padaku?" Wajah sang tamu kian memerah.

Cerita di atas nampaknya relevan untuk kembali kita renungkan, ketika orang (terutama pengguna medsos) begitu semangat dalam berbagi informasi (andai saja berbagai rezeki, akan beda cerita, hehe). Ya, seolah ujung jari selalu tak tahan untuk tidak menekan tombol 'send', begitu mendapat kiriman kabar yang menurutnya menarik, 'aktual', 'heboh', atau 'rahasia'. Istilah 'brodcast' pun mendadak populer.

Banyak orang tak sadar, keisengannya menekan tombol berbagi itu bisa berakibat fatal. Viral terjadi ketika sebuah pesan terus dibagi ulang oleh pengguna media sosial. Tapi bagaimana jadinya, kalau pesan itu ternyata 'hoax'? Bagiamana jadinya kalau pesan itu bisa menyulut emosi, yang kemudian berujung rusuh dan amuk? Bagaimana jadinya, kalau ini menyangkut nama baik seseorang atau sebuah kelompok? Ah, terlalu banyak contoh betapa keengganan orang memverifikasi fakta sebelum membaginya, berujung pada petaka.

Jadi, belajar dari Socrates, sebelum berbagi pesan, pastikan:

1. Kabar itu benar adanya (thruth). Setidaknya, jika akan meneruskan ke yang lain, sertakan link sumber aslinya, biar bisa diverifikasi. Jangan sekadar bilang, "copas dari sebelah". Sebelah yang mana?

2. Kabar itu sesuatu yang baik, bukan tentang aib seseorang, fitnah, atau caci maki (goodness). Tahan emosi kita untuk tidak tergoda menyebarkan ujaran kebencian (hate speech).

3. Kabar itu membawa manfaat (usefullness). Buat apa membagi informasi jika tak berujung pada manfaat? Hanya menghabiskan waktu!

Jadi, silahkan Anda berbagi pesan, asal....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline