Lihat ke Halaman Asli

EDROL

Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Pelarangan Pesepeda Motor Bukan Diskriminasi tapi Melanggar Konstitusi

Diperbarui: 25 Agustus 2017   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marka Pelarangan Pesepeda Motor Masuk Jalan Protokol Jakarta (www.kompas.com)

Pelarangan pesepeda motor melintas di jalan protokol yakni Jalan M.H. Thamrin Jakarta, mulai pukul 06.00 sampai 23.00 wib (total 18 jam), praktis di luar jam ketat dan panjang ini hanya dapat dinikmati oleh pesepeda motor atau tukang ojek tengah malam ke subuh bukan pekerja perkantoran. 

Tentunya warga Jakarta dan warga sekitar Jakarta yang hanya suka menggunakan transportasi sepeda motor guna pada jam kerja mulai pukul 07.00 hingga 20.00 memudahkan pekerjaan dan pelayanan mereka keberatan. Alasan warga adalah sangat rasional adalah pemberlakuan tersebut akan menambah ongkos hidup mereka karena harus merogoh uang lebih banyak untuk parkir atau naik transportasi roda empat entah itu bus, taksi konvensional atau pun taksi online. Di titik ini timbul anggapan bahwa pemerintah melakukan diskriminasi. 

Alasan pemerintah pelarangan sepeda motor masuk jalan protokol adalah bukan bentuk diskriminasi melainkan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu untuk mengurangi kemacetan. Pemerintah menambah lagi ruas jalan protokol selain Jalan MH Thamrin,Jakarta Pusat mendatang Jalan Rasuna Said dan Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. 

Ilustrasi Pelarangan Sepeda Motor di Jalan Rasuna Said dan Sudirman bulan September 2017 (www.detik.com)

Tanggapan warga Jakarta dan sekitar Jakarta yang berkepentingan menggunakan ruas jalan super macet tersebut pastinya menambah ongkos hidup tambahan lebih banyak. Apalagi warga yang terkena dampak awal pelarangan Jalan Thamrin, kini juga menderita dampak pelarangan kedua, karena mereka melewati ruas Jalan Rasuna Said atau Jalan Sudirman, Jakarta Selatan untuk menuju Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Ibarat pepatah sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Untuk pemberlakuan nomor plat genap dan ganjil bagi kendaraan roda empat yang waktu pelarangannya lebih longgar , pagi jam 07.00 sampai jam 10.00 wib (3 jam) dan sore dari jam 16.00 sampai 20.00 (4 jam), total hanya 7 jam saja. Ini pun kerap masih banyak pelanggaran oleh pemakai jalan yang memaksa karena keperluan mendesak atau sekedar coba-coba.

Berdasarkan uraian di atas, sepeda motor dilarang total (tanpa membedakan ganjil atau genap) selama 18 jam sedangkan kendaraan roda empat dilarang setengah hati (boleh ganjil atau genap) hanya 7 jam saja. Yang jelas baik pemilik sepeda motor maupun mobil sama-sama membayar pajak atau memberikan retribusi bagi pembangunan. Namun praktiknya membayar pajak kendaraan bermotor tidak memberikan ketenangan dan kepastian hukum bagi wajib pajak

Yang lebih jelasnya lagi, tanpa memandang kepemilikan Undang-undang Dasar 1945 menegaskan dalam pasal 27 ayat 1 bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Bahasa keren prinsip hukumnya dikenal dengan nama "Equality Before The Law".

Persamaan di hadapan hukum menurut buah pikir Prof Ramly Hutabaratberarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Ditinjau dari hukum tata negara, maka setiap instansi pemerintah, terutama aparat penegak hukum, terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan secara praktik.

Menilik pemikiran tersebut, hubungan pelarangan sepeda motor di Jakarta dengan peraturan Gubernur memang benar bukan hanya diskriminasi namun melanggar konstitusi.

Lantas bagaimana mencapai tujuan mengurangi kemacetan Jakarta tanpa melanggar konstitusi, solusinya yang paling rasional adalah jelas pembatasan volume kendaraan dengan pemberlakuan durasi waktu yang wajar dan berimbang atau adil secara bertahap. Mungkin dari ganjil dan genap hingga masuk berbayar dengan harga mulai dari sama dengan 2x tarif tol atau 3x tarip parkir dengan durasi waktu berjenjang terutama di jam sibuk atau beban puncak jam kantor. 

Sudah jadi rahasia umum, sarana transportasi umum untuk warga Jakarta mencukupi namun setiap harinya warga luar Jakarta populasinya lebih banyak bekerja di Jakarta membludak sehingga kereta listrik commuter line KAI yang kapasitas tiap gerbong selalu sesak mungkin melebihi 250 orang dengan total jumlah penumpang telah mencapai 1 juta per hari apalagi bus umum transjakarta yang hanya mampu mengangkut paling banyak 140 orang per bus per rute. Memang masih jauh dari harapan khususnya bus umum berjalur khusus seperti transjakarta ini masih jauh dari harapan menjadi moda transportasi pengganti warga Jakarta apalagi warga urban luar Jakarta yang menginginkan kecepatan dan ketepatan waktu tiba di tujuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline