Auman terakhir
Seperti ucapan selamat tinggal
dari sang raja hutan pada rimbanua
Tiada mungkin jadi perkasa
Jika tak punya rumah berkuasa
Namun aku bukan sang raja
Jika esok aku mati terluka
Dibantai dan dikuliti
Itulah makna dan refleksi yang saya rasakan yang mengetahui banyak fakta tentang tencam punahnya harimau Sumatera setelah hadir dalam acara undangan WWF Indonesia menjelang hari global tiger day
Sungguh miris saat kita menyadari harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumatrae) adalah harimau terakhir di Indonesia, bahkan populasinya hanya tersisa 600 ekor berdasarkan data dokumen strategis rencana aksi konservasi kementerian lingkungan hidup dan kehutanan, sedangkan Jeni's harimau Bali pada dekade 40-an Dan harimau jawa pada dekade 80 -an dinyatakan punah.Karena perguruan, perdagangan ilegal dan hilangnya habitat tempat tinggal akrena alih fungsi lahan atau disebabkan perubahan iklim.
Untuk itu dalam rangka memperingati global tiger day yang jatuh pada tanggal 29 juli. 2018, bertempat di gunung Pancar kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Hari saptu 27 juli 2019, WWF Indonesia berkolaborasi dengan Tuan Tigabelas, rapper muda Sumatera menggelar "Concert-vation": concert and conservation".
Kegiatan ini merupakan perpaduan apik antara kegiatan seni budaya berupa konser peluncuran album dan lagi yang mengisahkan nasib harimau dengan kegiatan edukasi berupa diskusi konservasi, tiada lain untuk mensukseskan bebeberapa inisiatif masyarakat untuk membangun kesadaran dalam menjaga habitat harimau dan konservasi harimau Sumatera
Bahkan dalam acara tersebut Tuan Tigabelas mengatakan " Saya lelaki asal Suamtera , Saya sering meakai analogi harimau Salam lirik-lirik lagu Saya. Dimulai dari upaya mengedukasi diri sendiri, membaca dan mencari tahu tentang harimau termasuk WWF Indonesia, disitulah saya mengetahui harimau Sumatera hampir punah, jadi Saya ingin menyuarakan ini, sehingga eksisitemsi harimau Sumatera akan bertahan daringemerasi ke generasi seperti dalam launching album saya yang khusus di launching di gunung Pancar ini dengan bantuan WWF Indonesia dan para tim kreatif juga sahabat saya berjudul
"Last roar'' ujar Upi panggilan mama Asli Tuan Tiga Belas.
Salam diskusi tersebut hadir juga mas Febri Anggriawan Widodo, habitat and connectivity manajemen coordinator serta Dua peneliti lainnya, yakni mas Jani dan Fendy yang merasakan sendiri perjuangan merak berhadapan dengan para pemburu hariamu di hutan Rimbang Baling, banyak konflik yang dirasakan seperti suka Dan duka.
"Saya dulu adalah pelaku illegal logging dan saya sekarang instead, dan ikut menjaga harimau dan hutan" kata Mas Fendi, hal yang sama disampaikan mas Jani" Saya ingin anak cucu saya mengikuti perjuangan saya menjaga harimau Sumatera karena kita ingin juga melihat di hutan kita masih ada harimau Sumatera" tutur laki laki batak yang sudah lama menetep di rimba baling ini.
Hal senada disampaikan Ade Swarfi Multi, Direktur Partnership WWF-Indonesia " diseluruh dunia hanya Ada 11 negara yang menjadi habitat asli harimau dan Indonesia salah satunya, sehingga menjadi ikon kebanggaaan Indonesia, sedihnya, 2 dari 3 spesiaes Asli habitat harimau di Indonesia dalam tahap kritis, harapan terakhir kita harus menjaganya"
Perjalanan sekitar satu setengah jam saya tempuh dengan mengendarai mobil menuju titik meet up kami di pertigaan jalan menuju gunung pancar tempat acara WWF Indonesia untuk launching album bertema Harimau Sumatera, hutan dan para pejuang lokal di kedalaman hutan tak sia-sia perjalanan kami di akhir pekan, bertemu dan bersua langsung para pecinta harimau Sumatera yang mencintainya melalui lagu, mudik, edukasi, pengetahuan dan heroisme bahwa manusia adalah sosok yang paling bertanggung jawab menjaga lingkungan dan ekosistem di dalamnya