Lihat ke Halaman Asli

Edrida Pulungan

TERVERIFIKASI

penulis, penikmat travelling dan public speaker

Perempuan yang Bertunas di Pohon Pinang Muda

Diperbarui: 7 Juni 2016   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah mengapa sejak aku terlahir ke dunia, aku hanya bisa mendapatkan kasih sayang ibu hingga usia 2 bulan.  Ibuku meninggalkan bapak dan aku puteri semata wayangnya demi  menikah dengan lelaki lain yang lebih kaya. Padahal Bapakku adalah pekerja keras. Dia bekerja untuk merawat taman di rumah saudagar kaya di kampung kami. Gajinya cukup untuk membelikan 10 kilogram beras perbulan. 

Juga bisa membeli keperluan Ibu untuk membeli baju baru dan kosmetik ibu seperti lipstik dan bedak. Ibu memang perempuan rupawan, rambutnya panjang bagai mayang terurai dan kulitny aputih seperti kulit buah langsat muda. Dan Bapak adalah sosok penyayang, penyabar, bijaksana dan humoris. Meskipun Bapak hanya memakai pakaian putih dan sarung kotak-kotak hijau kebanggaanya. Bapak terlihat tampan, karismatik dan bersahaja. 

Namun toh Ibu sudah meninggalkan kami, karena harta Bapak tidak banyak, cuma kotak perhiasan yang berisi cicncin nikah yang Bapak beli dari uang hasil bekerja selama lima tahun pada Saudagar Kasan dan tak punya perkebunan dan peternakan seperti yang dimiliki suami baru ibu. Aku sedih sekali, Aku ingin menangis merasa menjadi puteri kecil yang terlantar. Aku mengingat Bapaklah yang menggencongku saat aku ingin minum susu. lalu bapak memasak  beras dan saat nasi mulai lunak dan mendidih, airnya diambil oleh Bapak dan akupun meminumnya dengan rasa lahap, karena rasanya lezat , manis dan hangat. Mungkin begitulah rasa air susu ibu.

Kini aku sudah tumbuh jadi anak perempuan yang cantik dengan rambut panjang di kepang dua. Bapak senang sekali menyisir rambutku. Dia bilang rambutku indah mirip rambut Ibu. Aku merasa bapak memang sangat mencintai ibu dan setia. Dia belum menikah sampai sekarang usiaku 7 tahun

Sore hari itu kulihat Bapak membawa tanaman pinang muda dalam pot putih. Pot yang terlihat seperti kotak persegi. lalu dengan hati-hati dia mengeluarkan pinang tersebut dan membawanya ke belakang rumah yang dekat dengan sumur, setelahitu Bapak masukkan lagi tanah kedalamnya dan kemudian bibir Bapak komat-kamit. Entah apa yang dibaca oleh Bapak. Aku hanya bisa tersenyum melihat bibir Bapak yang komat kamit dan monyong ke kiri dan ke kanan kemudian dia menyemburkan daun sirih kedalam pot putih tersebut yang sudah berisi tanaman pinang muda kecil. Bapak mengelilingi pot tersebut tujuh kali. Saya bingung untuk apa Bapak berkeliling tujuh kali?

" Pak itu tanaman apa?"

"Tanaman pinang, puteriku Laras" kata Bapak

" Kenapa ditanam di dalam pot dan dekat sumur Pak?

" Oo.. supaya gampang Bapak sirami  dekat sumur dan pot ini pemberian saudagar, katanya hadiah dari moyangnya yang keturunan raja, Bapak senang dan haru, saudagar memberikan Pot ini. Mungkin kelak bisa ikut jejak Saudagar yang kaya yang punya perkebunan yang luas dan usaha peternakan"

" Akh, Bapak kok percaya saja, pasti harus kerja keras untuk bisa kaya Pak" kataku tersenyum polos

Lalu akupun masuk ke dapur, ingin memasak nasi, hari sudah sore dan bapak pasti lapar sepulang kerja. Bapak paling senang masakanku nasi putih dengan ikan asin dan sayur labu. Lalu aku menggoreng ikan dan menanak nasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline