WAJAH kelam lalu lintas jalan di Indonesia, saya perkirakan, masih berlanjut. Jika pada 2010, setiap hari sekitar 86 orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas jalan, rasanya tahun ini tak beringsut jauh.
Tak aneh, jika pemerintah dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan, menargetkan penurunan fatalitas kecelakaan secara signifikan pada 2035. Saat itu, fatalitas tahun 2010 bakal merosot hingga sekitar 85%. Sanggupkah?
Saya termasuk yang optimistis pasti sanggup. Kuncinya kerja keras dan keikhlasan dalam bekerja. Dalam bayangan saya, setidaknya ada enam aspek sebagai resep penurunan fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan.
Pertama, sinerginya para stake holder keselamatan jalan.
Mari para penanggung jawab keselamatan jalan bersatu padu. Lalu, memiliki satu komando sebagai penanggung jawab. Kita tahu, beberapa instansi terkait keselamatan jalan adalah kementerian perhubungan, kementerian riset dan teknologi, kementerian perindustrian, kementerian kesehatan, kepolisian, dan pemerintah daerah (pemda).
Rasanya tidak terlalu sulit menyatukan dalam satu komando. Tokh dalam Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) diharuskan adanya Forum Lalu Lintas. Tinggal dielaborasi. Bagi saya, komando yang kuat mesti dari Presiden. Masa sih para pembantunya tidak mau patuh jika Presiden yang memerintahkan?
Kedua, pengubahan perilaku berkendara.
Perilaku berkendara yang santun, tertib, dan mau berbagi ruas jalan menjadi sebuah idaman. Jika hal itu terwujud, rasanya kian kecil peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Saat ini, kita disodori fakta bahwa faktor utama pemicu kecelakaan adalah faktor manusia. Maklum, karena memang manusia lah yang mengendalikan kendaraan.
Moralitas jalan pintas, yakni kebiasaan melanggar aturan dengan dalih agar lebih cepat tiba ditujuan, sudah harus diberangus. Keberanian untuk antre ketika terjadi ketersendatan laju kendaraan harus dipupuk.
Ketiga, transportasi massal yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, dan terjangkau.
Data menyebutkan bahwa mayoritas kendaraan yang terlibat kecelakaan di jalan raya adalah sepeda motor. Boleh jadi, korban yang paling banyak juga dari kelompok ini. Kepolisian menyebutkan, setidaknya 60% kendaraan yang terlibat adalah sepeda motor. Masyarakat terpaksa memakai sepeda motor sebagai alat transportasi karena transportasi massal umumnya belum maksimal. Transportasi yang diidamkan adalah yang mampu memberi rasa aman, nyaman, selamat, tepat waktu, dan terjangkau. Makna terjangkau adalah dari segi akses dan finansial alias ongkos yang harus dirogoh dari kocek penumpang.
Keempat, penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
Faktor manusia sebagai pemicu kecelakaan terbesar boleh jadi karena unsur lengah atau tidak tertib. Disini peran polisi sebagai penegak hukum di jalan maupun dinas perhubungan (dishub) amat vital. Bukankah kepolisian sering mengatakan bahwa kecelakaan kerap kali diawali oleh pelanggaran aturan lalu lintas jalan. Karena itu, pelanggaran bisa dicegah salah satunya jika para penegak hukum bertindak tegas dan konsisten. Termasuk di ranah ini adalah tindakan aparat di lapangan yang bisa menjadi tauladan masyarakat.
Kelima, kondisi infrastruktur jalan, marka, rambu, dan lampu penerang jalan.
Infrastruktur jalan menjadi penting agar mobilitas menjadi lancar. Buruknya kondisi jalan bakal menghambat pergerakan orang dan barang. Ujung-ujungnya, juga bisa memicu kecelakaan. Di sisi lain, marka dan rambu jalan juga mesti dirapihkan. Mesti diadakan di titik-titik rawan agar pengguna jalan bisa lebih waspada. Dalam hal ini, saya juga menilai, pentingnya penerangan jalan yang maksimal.
Keenam, peran masyarakat.
Peran masyarakat tak hanya kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM), tapi juga unsur pendidikan, dunia usaha, dan pers. Tanpa kepedulian keempat unsur itu, praktis upaya mengubah perilaku berkendara jadi melempem. Sedangkan peran pers atau media massa, selain mengontrol jalannya roda pemerintahan, juga bisa menyuarakan agar pemerintah lebih peduli dalam menekan angka korban kecelakaan lalu lintas jalan.