Lihat ke Halaman Asli

Kondektur Meminta Saya Melibas Garis Setop

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SIANG masih menyengat. Penguapan di balik jaket dan helm terasa sesak. Tubuh sudah penuh dengan peluh. Persis di pertigaan lampu merah (lamer) saya berhenti di belakang garis setop berwarna putih. Kendaraan di sekitar saya mulai menumpuk. Mayoritas adalah sepeda motor. Satu dua motor mulai merangsek melintas garis setop. Ada juga mobil pribadi ikut merangsek. Kelakuannya sama. Lamer masih berwarna merah. Artinya, berhenti. Arus dari arah berlawanan sedang melaju karena lamer disana berwarna hijau. Di jalur saya, harus menunggu warna hijau, baru tarik gas. Tiba-tiba, ada seseorang mencolek saya dari belakang. ”Mas maju mas,” perintah sang pria yang saya duga adalah kondektur angkutan umum Kopaja, Senin (24/10/2011) siang. Dia meminta saya merangsek garis setop. Usai mencolek saya dia melengos. Saya hanya menunjuk ke arah garis setop. Tak ada kalimat saya lontarkan. Hanya saja, dalam hati bergumam, kok minta saya melanggar garis setop. Rupanya, Kopaja sang kondektur sedang berupaya merangsek ke depan. Tidak sabar rupanya. Saya bergeming. Menunggu lamer berwarna hijau. (data pelanggaran berdasarkan profesi) Kejadian serupa bukan pertamakali saya alami. Pernah suatu ketika, ‘permintaan’ sang kondektur seperti itu dibarengi dengan umpatan. Saya cuma nyengir. Pasalnya, tak perlu memaksa orang lain untuk melanggar aturan. Dalam benak saya berpikir, mungkin sang kondektur tidak tahu aturan berhenti di belakang garis setop. Mungkin dia ingin bergegas agar pundi setoran terpenuhi. Rejeki di atas roda. Tapi, kenapa kita harus menggadaikan keselamatan demi selisih waktu yang tak bermakna. Paling banter bedanya satu dua menit. Lantas, kalau hal kecil saja untuk berhenti di belakang garis setop diabaikan, bagaimana hal besar ketika terlibat insiden kecelakaan? Jangan-jangan, nabrak orang terus kabur. Akh jadi berprasangka buruk. Begitu lampu hijau saya pun bergegas, melanjutkan perjalanan. Dari kaca spion saya lihat Kopaja tadi beringsut perlahan. Maklum, di depannya menumpuk kendaraan lain. Sabar dikit dong mas. (edo rusyanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline