Oleh : Edi Winarto
Pasca Sarjana UPN Veteran Jakarta
Genderang perang yang ditabuh Presiden RI Joko Sriwidodo terhadap praktek-praktek pungutan liar patut diacungi jempol dan diapresiasi. Niat serius ini diperlihatkan ketika Presiden Joko Widodo langsung menyambangi Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Selasa (11/10). Presiden datang sendiri setelah adanya penggeledahan dan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku pungutan liar (pungli) di Kemenhub.
Ironisnya, terbongkarnya praktek pungli ini tak berapa lama saat Presiden menggelar rapat terbatas di Istana untuk membahas reformasi hukum, termasuk pemberantasan pungli. Kejadian ini membuat mantan Gubernur DKI Jakarta itu tampak geram. Suaranya sedikit bergetar.
"Baru saja dirembuk sudah kejadian seperti ini," ujar Presiden Jokowi kepada pers di Gedung Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Barat, Selasa sore.
Operasi tangkap tangan pelaku pungli itu memang terjadi satu jam usai rapat reformasi hukum dan pembentukan operasi pemberantasan pungli. "Baru dibicarakan. Rapat (baru saja) selesai, saya mendapat kabar dari Kapolri bahwa di Kemenhub telah ditangkap pungli untuk pengurusan buku pelaut dan surat kapal yang angkanya pungli berbeda-beda, ada yang ratusan ribu ada yang jutaan," kata Jokowi.
Presiden pun memutuskan pembentukan tim gabungan yang bertugas melakukan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP).
Pungutan liar atau upeti sudah menjadi budaya kronis di hampir mayoritas aparat birokrat kita tanpa terkecuali. Bukan hanya di jajaran birokrat Kementrian Perhubungan saja. Namun di hampir semua kantor kementrian dan lembaga negara, pungli menjadi "penghasilan" menggiurkan para aparat birokrat yang sudah hidup serba hedonis.
Jika kita mau telusuri gaya hidup para pegawai negeri sipil (PNS) itu, barulah akan terungkap jika antara gaya hidup, kekayaan yang mereka miliki dalam waktu singkat tidak berbanding lurus dengan gaji yang mereka dapatkan dari negara. Sebagian PNS yang punya jabatan pelayanan publik umumnya sudah menyimpan uang dalam rekening bank dengan nilai "wah". Sebagian disembunyikan dengan membeli properti disana sini dan punya investasi yang tidak wajar dibanding gajinya sebagai PNS.
Hal itu terlihat ketika sebagian oknum PNS itu tertangkap tangan dalam kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketika dilacak KPK terungkap kekayaan mereka sangat fantastis. Ada yang memiliki rumah senilai miliaran di kompleks elit, memiliki apartemen disana sini yang harganya miliaran, bahkan ada PNS yang punya rumah sakit. Padahal gaji mereka rata-rata dibawah Rp10 juta. Sangat tidak masuk akal mereka kemudian memiliki harta yang lebih besar dibandingkan profesi pengusaha. Tapi itulah faktanya yang terjadi.
Urutan korupsi di Indonesia tertinggi diduduki lembaga politik, kemudian lembaga hukum dan terakhir lembaga pelayanan publik. Dari sinilah Lembaga Survey SMRC pernah merilis bahwa salah satu ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi adalah masalah penegakan hukum atau pelayanan hukum.
Tak salah jika pak Jokowi kemudian menyatakan perang terhadap praktek pungli di bidang pelayanan publik dan pelayanan hukum. Penegakan hukum disini adalah pelayanan hukum dan pengurusan dokumen hukum. Banyak dijumpai pungutan liar dan upeti disana sini yang menyebabkan mental aparat birokrat menjadi tidak ramah dan cenderung menyembah orang yang datang dengan membawa upeti untuk dijadikan pungli.