Lihat ke Halaman Asli

Media Penyiaran Disalahgunakan Untuk Kepentingan Politik

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam alam reformasi, media massa, khususnya media penyiaran dan media sosial ibarat primadona. Menjadi modal kuat untuk menguasai opini publik. Terutama media penyiaran. Tayangan berbentuk wawancara pengamat, dialog, talk show dan pendapat publik terus digeber secara masif untuk membangun opini melalui televisi. Dan tak jarang didesain menguntungkan sejumlah pihak yang dekat dengan media penyiaran tersebut.

Maka kemudian muncul pandangan bahwa dasar kekuatan politik di Indonesia bukan hanya 3 pilar saja, eksekutif, yudikatif dan legislatif. Namun ditambah satu : kekuatan media atau pilar ke empat.

Media sangat berperan besar dalam menggerakkan opini masyarakat dan bahkan mampu mendorong masyarakat untuk melakukan sesuatu, solidaritas dan militansi pada sebuah keyakinan politik. Kekuatan media penyiaran sebagai pembentuk opini dan membentuk karakter publik inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian pemilik yang belakangan mulai menerjuni dunia politik.

Sehingga kini sejumlah media penyiaran yang pemiliknya mempunyai afiliasi pada kekuatan politik tertentu, akan menjadikan medianya ujung tombak dalam membangun brand dan opini kepentingan politik mereka. Sebagian media penyiaran juga dimanfaatkan untuk memback up para pemiliknya dalam berpetualang di dunia politik. Karena media penyiaran masih dipercaya masyarakat sebagai media yang merepresentasikan informasi dan opini independen dan fakta sesuai kaidah jurnalistik.

Namun jika kita menonton sejumlah televisi yang pemiliknya sudah berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu kita akan merasakan bagaimana perbedaannya. Bagaimana dalam upaya menjunjung independensi dan keobyektifan dari media penyiaran tersebut sulit diwujudkan.

Tengok saja TV One yang notabene milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Media penyiaran ini benar-benar dijadikan corong sang pemilik dalam membangun image pribadi dan partainya. Kemudian Metro TV milik Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh. Kita bisa menyaksikan berapa kali kepentingan pemilik akan bisa tertayang di media tersebut berulang kali secara masif.

Dan terakhir, Hary Tanoesoedibjo bakal melaunching partai baru bernama Partai Perindo. HT bahkan langsung memilih dirinya menjadi Ketua Umum di partai bentukannya ini. Konglomerasi media yang dibangun HT, sudah pasti akan dimanfaatkan untuk menjadi tulang punggung dalam membangun brand partainya ke publik

Sebagaimana kita ketahui HT adalah pemilik konglomerasi media penyiaran. Ada tiga stasiun televisi nasional digenggamnya yakni RCTI, MNC TV, dan Global TV. Ditambah puluhan televisi lokal yang disatukan dalam sistem siaran berjaringan miliknya Sindo TV.

Kenapa saya yakin HT akan memanfaatkan medianya untuk menarik militansi publik ke partainya melalui pembentukan opini. Ya karena sudah terbukti saat HT punya konflik hukum dengan pemilik TPI, Ny Siti Hardiyanti Rukmana atau mbak Tutut. HT memanfaatkan media penyiarannya untuk membangun opini melalui informasi yang menguntungkan dirinya dalam kasus hukum TPI.

Yang jelas konglomerasi media dan penguasaan berlebihan atas frekuensi milik negara atau publik sebenarnya sudah tidak sejalan dengan roh Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002. Bahkan bisa dikatakan melanggar. Dalam semangat UU Penyiaran, diversifikasi kepemilikan penyiaran menjadi cita-cita dasar agar ke depan media penyiaran tidak disalahgunakan untuk kepentingan yang sifatnya kelompok atau golongan.

Apalagi ketika penguasaan media penyiaran kemudian dimanfaatkan sebagai basis dalam membangun kekuatan politik tertentu. Pertanyaannya. Apakah kehebatan dalam hal konglomerasi media itu akan berjalan selurus dengan kesuksesan si pemilik nantinya dalam membangun kekuatan politik baru? Waktu yang akan menjawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline