Lihat ke Halaman Asli

Faktor X Dibalik Konflik KPK-Polri Belum Terjawab

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1424512356239849315

[caption id="attachment_352300" align="alignnone" width="150" caption="dok: kompas.com"][/caption]

Keputusan Presiden Jokowi menyudahi ketegangan antara KPK dan Polri dengan cara "membuang" Ketua KPK Abrahaman Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjadi pesta kemenangan besar para mafia koruptor. Sebagian besar publik tahu, KPK dibawah pimpinan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dikenal sebagai rejim paling "galak" memerangi kasus korupsi.

Baru di era Samad dan BW-lah, KPK berani memenjarakan banyak menteri, pejabat tinggi, kepala daerah, anggota DPR. Bahkan seorang jenderal aktif sekalipun, yang selama ini menggerogoti uang negara dan menjual kewenangannya. Samad dan BW dikenal sosok pemberani membongkar kasus-kasus besar yang membuat publik kadang tidak percaya.

Namun pasca Jokowi membuang Samad dan BW dari lembaga anti rasuah ini, akankah pimpinan baru KPK masih punya nyali sebagaimana kemarin? Ini pertanyaan besar publik. Dan akan menjadi penilaian publik seberapa jauh komitmen dan keseriusan Jokowi membuktikan janji kampanye akan memerangi korupsi.

Lantas siapa Mr X dan apa faktor yang melatarbelajangi putusan Presiden jadi seperti ini. Faktor itulah yang belum terjawab... Ada agenda apa Presiden mengamputasi pimpinan KPK? Sebuah pertanyaan besar.

Tentu publik akan menduga-duga "pembuangan" AS dan BW bukan sekadar keduanya mentersangkakan Budi Gunawan yang berujung pada konflik KPK-Polri. Putusan Jokowi justru menimbulkan spekulasi terkait dengan beberapa kasus korupsi besar yang selama ini belum terungkap. Saat itu AS sempat menyatakan akan membuka kembali kasus BLBI.

KPK memang masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan kasus korupsi Bukit Hambalang, kasus Bank Century, kasus BLBI, kasus dana haji, hingga kasus mafia di ESDM dan Minerba. Ditambah lagi dengan kasus rekening gendut yang membuat gemas masyarakat karena terus dicoba ditutup-tutupi.

Putusan Jokowi membuang AS dan BW membuat rejim pemegang kekuasaan dan jabatan negara yang merasa gerah karena dapurnya sedang diintai KPK, bisa jadi tersenyum lega. Jokowi telah mengamputasi pimpinan KPK yang punya nyali dan "galak" dengan memasukkan pimpinan baru sesuai seleranya.

Kita perlu meresapi kembali pernyataan tokoh anti korupsi Busro Muqodas bahwa kriminalisasi dan pelemahan KPK secara sistematis dan massif, yang terjadi belakangan ini, didalangi oleh mafia koruptor. Jaringan kekuatan besar --bahkan presiden pun tak mampu menjangkaunya--, sedang mendesain berbagai cara untuk membonsai keberanian para pimpinan KPK yang ingin "membuka" kedok transaksi jaringan kekuasaan mereka.

Saking kuatnya jaringan kekuasaan, mereka bisa mendepak Abraham Samad, Bambang Widjijanto dan sejumlah penyidik KPK yang selama ini sulit dikendalikan.

Samad dan BW selama ini dinilai terlalu idealis dan berani, oleh karena itu harus "dibuang". Karena di era Samad dan BW, banyak  petinggi dan politisi dijebloskan ke penjara. Sikap tegas ini sebenarnya upaya Samad dan BW melakukan revolusi besar-besaran merubah mental politisi dan pejabat negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline