Hakikat manusia
Manusia adalah mahkluk yang berpikir ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada diluar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam rentang ruang dan waktu, manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri. Hakikat manusia dipelajari melalui berbagai pendekatan (common sense, ilmiah, filosofis, religi) dan melalui berbagai sudut pandang (biologi, sosiologi, antropobiologi, psikologi, politik)
Dalam kehidupannya yang nyata manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana dikemukakan di atas, pengetahuan tentang manusiapun bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut pandang dalam melakukan studinya. Alasannya bukankah karena mereka semua adalah manusia maka harus diakui kesamaannya sebagai manusia? (M.I. Soelaiman, 1988). Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia,sebab dengan karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. Contoh: manusia adalah animal rasional, animal symbolicum, homo feber, homo sapiens, homo sicius, dan sebagainya.
Mencari pengertian hakikat manusia merupakan tugas metafisika, lebih spesifik lagi adalah tugas antropologi (filsafat antropologi). Filsafat antropologi berupaya mengungkapkan konsep atau gagasan-gagasan yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan karakteristik yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan karakteristik yang secara prinsipil (bukan gradual) membedakan manusia dari makhluk lainnya. Antara lain berkenaan dengan: (1) asal-usul keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah ber-ada-nya manusia di dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi atau hasil ciptaan Tuhan?, (2) struktur metafisika manusia, apakah yang esensial dari manusia itu badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa; (3) berbagai karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan individualitas, sosialitas.
Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan "prinsip adanya" (principede'etre) manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang "sesuatu yang olehnya" manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus" (Louis Leahy, 1985). Aspek-aspek hakikat manusia, antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
Konsep Manusiawi
Berbeda dengan kata 'manusia,' yang berlaku untuk hal-hal yang berbeda berdasarkan konteksnya, Kata 'manusiawi' mengacu pada menunjukkan kebaikan dan kepedulian terhadap orang lain. Menjadi manusiawi terhadap orang lain, baik hewan maupun manusia, adalah kualitas yang perlu dikembangkan di dunia modern. Meskipun ada banyak perkembangan di dunia dan dalam kehidupan orang -orang secara materi, kualitas -kualitas manusiawi seperti belas kasih, peduli pada orang lain, gerakan yang membantu tampaknya menghilang. Istilah manusiawi secara khusus menyoroti kualitas khas ini pada orang.
Aristoteles berpandangan bahwa manusia utama harus senantiasa mengarahkan tujuan hidupnya dengan kekuatan intelektual dan etis menuju keutamaan diri manusia, baik keutamaan dalam berpikir maupun keutamaan dalam bertindak. Hal demikian merupakan konsekuensi logis yang sejalan dengan temuannya bahwa manusia adalah "animal rationalle" (rumusan yang diikuti Driyarkara dalam memandang manusia). Aristoteles memberi tekanan makna keutamaan manusia pada kekuatan maupun kemantapan inteletual sekaligus juga kekuatan maupun kemantapan etis yang ada pada diri manusia itu (Suseno,2009: 42). Dengan merunut pandangan Aristoteles tersebut, nampak bahwa dalam diri manusia terkandung dimensi etis yang menjadi ciri khas eksistensi manusia dan menjadikan manusia bisa bereksistensi secara lebih manusiawi, lebih sempurna dan utuh sebagai substansi manusia.
Meskipun demikian, kualitas manusiawi orang menghilang. Pernyataan ini dapat dibuktikan melalui meningkatnya jumlah perang, pembantaian dan peristiwa kekerasan yang terjadi. Mereka menyoroti fakta bahwa terlepas dari keberadaan manusia yang berkelanjutan di planet ini, esensi dari apa yang dianggap sebagai manusiawi memudar.
Manusiawi Dalam Diri Manusia
Istilah memanusiakan manusia sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, terutama ketika sedang membahas hal-hal yang berkaitan dengan perikemanusiaan. Memanusiakan manusia artinya menghormati dan menghargai sesama. Di Indonesia, memanusiakan manusia telah diajarkan lewat Pancasila, tepatnya melalui sila ke-2 yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Berikut diantaranya seperti saling menghargai dan menghormati, menolong orang yang sedang kesusahan, tidak semena-mena terhadap orang lain, dan berteman dengan siapa saja. Sila ini mengajarkan masyarakat agar selalu adil dan tidak membedakan latar belakang.