Lihat ke Halaman Asli

Guido Gusthi Abadi

Spiritual-Being

Belajar dari Kisah Khidir dan Orang Shaleh Pemindah Singgasana Bilqis (Bagian Akhir)

Diperbarui: 26 Oktober 2021   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada suatu hari, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan karunia Allah yang diberikan kepadanya agar Bilqis kagum, dengan maksud ia mau menerima Allah, Tuhan Semesta Alam, sebagai Tuhannya. Lalu ia mengumpulkan pasukannya, ia meminta siapa yang dapat memindahkan singgasana tersebut dengan cepat. Awalnya, Ifrit, dalam sebuah riwayat bernamakan Kuzan, menawarkan diri. 

"Aku mampu mendatangkannya sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu" tawar Jin tersebut.

Namun Sulaiman ingin ada yang lebih cepat lagi, kemudian datanglah seorang manusia menawarkan diri, kisah ini diabadikan di dalam Al-Qur'an,

"Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia." (QS. An-Naml, ayat 40)

Maka dalam sekejap singgasana itu hadir di depan Sulaiman. Orang ini, dijelaskan di dalam Tasfir Al-Mishbah karangan Prof. M. Quraish Shihab, adalah seorang yang siddiq. Dan singgasana tersebut datang atas izin Allah karena doanya orang tersebut, yang membuat para malaikat membawakan singgasana tersebut ke hadapan Sulaiman. 

Nama pemuda sidiq ada di dalam Kitab Irsyadul 'Ibad, disebutkan namanya adalah Ashif bin Barkhoya, namun riwayat-riwayat tersebut tanpa sanad, oleh karena itu, cukuplah kita katakan ia seorang yang shaleh, atau seorang yang memiliki ilmu dari Kitab seperti yang Al-Qur'an terangkan. 

Orang berilmu yang satu ini mirip seperti Khidir dalam hal ketidakpopulerannya, tentangnya tidak bisa kita temukan secara lengkap dan detail, orang shaleh ini sendiri, ada yang menyebutnya juru tulis Nabi Sulaiman, ada yang menyebut menteri nya, ada pula yang menyebut murid. Terlepas dari itu semua, ia terkenal karena tiba-tiba menawarkan diri untuk memindahkan singgasana ratu bilqis.

 Logika saya, seandainya orang tahu ia punya satu karomah, maka tak perlu Sulaiman mengumpulkan para pembesarnya dan tak perlu pula Ifrit menawarkan diri karena harusnya ia tahu bahwa ada yang diberi Allah karunia yang melebihi kemampuannya. 

Barangkali ia hanya orang biasa-biasa saja dalam hidupnya, orang yang berbuat dan berkata baik, senantiasa mengingat Allah, ini bisa dilihat dari caranya memindahkan singgasana tersebut, yaitu dengan berdoa, jika ia meminta kepada Allah dan diberi pengabulan sehebat itu, tak mungkin jika ia orang yang biasa-biasa saja, makanya disebutkan ia adalah orang yang memiliki ilmu dari Kitab, seperti halnya ahli Qur'an yang mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, ia menjadi bersih dan tunduk, dan Allah pun memberikan karomah kepadanya seperti Dia memberikan karomah pada wali-wali yang juga lurus.

Itulah pelajaran yang bisa kita ambil, bahwa kita tak bisa memandang orang sebelah mata hanya karena ia tak populer, atau tak terkenal karena sesuatu. Barangkali yang melewati pertemuan dua sungai dan berpapasan dengan Khidir tak mengetahui bahwa ia merupakan orang yang berilmu, dan barangkali orang yang sehari-hari satu tempat dengan orang shaleh pemindah singgasana ini tak tahu bahwa ia merupakan orang 'sakti', sampai satu kejadian memperlihatkan karomah mereka berdua. 

Wallahu a'lam bisshawab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline