Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Nanang

Nama Pena Edogawa Homeru

Untaian Omong Kosong

Diperbarui: 21 Mei 2020   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pernah suatu malam kulihat bintang, berkilau antara awan yang menutupi mereka. Seperti bintik yang mengisi kekosongan. Kekosongan dari hati yang lowong. Seperti itulah ku kenal dirimu. Dalam setiap bait puisi ku. Dalam setiap baris sajak yang ku serat. Semua mengisyaratkan kehadiran mu. Sebutir tanya. Apakah pernah kau menulisku dalam sajakmu. Dalam puisi mu. 

Huh pembaca tak pernah tau. Aku pun juga tak pernah tau. Namun setidaknya aku pernah mencari tahu. Dan yang kutemui bukan diriku. Melainkn dirimu sendiri. Dirimu dalam kekosongan dan kehampaan. Sama halnya seperti gelas yang tak terisi. Seperti wadah kosong. Dan yang membuat ku terkejut kau tak bilang kalau itu kosong. Tapi gelas itu isi walau tidak ada air atau lainnya didalamnya. 

Sama halnya seperti balon. Ia nampak kosong namun sebenarnya ia berisi. Berisi udara yang menekan segala penjuru. Seperti berkata "bebaskan aku dari penjara ini, aku tak ingin ditahan". Saat balon itu kempis atau meledak. Barulah kosong. Itulah dirimu. Bagai udara dalam hidupku.  Udara yang terus kuhirup dalam kehidupan. Yang mampu membuatku terus berkarya. Dan terus berkarya.

Hemmh (tersenyum tipis) namun gambaran ini masih belum sepadan dengan p yang kau beri kepadaku setiap harinya. Bak udara yang terus ku hirup. Bak air yang terus menetes. Bak hujan yang membasahi tanah dan menumbuhkan segala jenis hijauan. Engkau, banyak yang berkata kalau kau itu tak sempurna. Kau tak sempurna seperti bulan sabit. 

Aku hanya tersenyum (sambil tersenyum) dan berkata "bias tentang  Dia yang tak terbatas, jauh dari sempurna tapi membekas" aku mengutipnya dari mas bondan Prakoso. Yang menggambarkan bahwa tiada makhluk yang sempurna didunia ini. Tapi biarlah, biarlah aku tetap mengagumimu. Karena itu bagiku indah. Walau kau tak sempurna.

Haruskah aku mencoba untuk berpaling. Namun hatiku berkata jangan. Jangan berpaling selagi nafas itu masih ada untukku. Satu-satunya hal yang bisa kudapatkan dengan Cuma-Cuma. Tanpa perduli jika saat nanti jadi percuma. Aku tak perduli.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline