Aku tak peduli kemana bunyi denting ini terdengar, bahkan suara riuh dan gemuruh dada tak sanggup kuredam. Ada sepercik kerinduan yang tak bertemu tuan, seperti ranting patah yang enggan jatuh. Cinta menjadi debu yang menempel di daun pintu. Ketika ombak mengecup bibir pantai, sajak-sajak cinta menjadi tak penting. Kemana semua tulisan penyair kembali, seperti kerinduan bulan yang tak kunjung bertemu. Barangkali, puisi hanya lahir untuk kembali mengisi keranjang sampah. Seperti makian dan sumpah serapah, mengikuti jejak-jejak kaki yang terhapus angin. Sampai kapan aku menjadi binatang jalang. Sampai kapan rindu ini tak bertemu bayang. Sampai suatu ketika cinta menjelma bahasa yang tak dimengerti, kemudian saling membenci. Adakah seseorang yang bisa menjelaskan arti puisi. Arti kiasan dan ungkapan yang selalu kau dengungkan lalu terdengar berkumandang. Bahkan, aku tak mengerti. Apa sebenarnya hubungan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H