Beberapa minggu ini guru selalu mengikuti apapun setiap perkataan yang dilontarkan oleh Bapak Prof Abdul Mu'ti. Guru dan pemangku kebijakan lainnya mereka-reka kebijakan apa saja yang beliau akan implementasikan. Diantara menteri kabinet Bapak Prabowo, Kementrian Dasar dan Menengah begitu populer dan seksi di kalangan masyarakat terutama guru.
Penulis hari ini sedang menyaksikan kegiatan peluncuran bulan November sebagai bulan guru di Youtube. Dengan tajuk tema "Guru Hebat Indonesia Kuat" yang diselenggarakan di Provinsi Sumatera Selatan Kota Palembang. Hal istimewa dari kegiatan ini adalah kunjungan resmi pertama dari Bapak Prof Abdul Mu'ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang diawali dengan kunjungan ke taman kanak-kanak kemudia beliau mengajar di suatu sekolahan dasar di kota tersebut. Beliau mengajar mengenai pentingnya peserta didik memiliki cita-cita.
Mengapa kegiatan penting ini diluncurkan di lapangan sekolah dasar bukan di hotel atau di kantor DPR atau di kantor kementrian ? Prof Abdul Mu'ti pun berkata bahwa ini sebagai bentuk komitmen kuat beliau beserta jajaran Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk lebih memperhatikan tingkat dasar . Beliau meanalogikan tingkat dasar ini sebagai akar yang harus kuat menopang sebuah pohon.
Ibu Heltifah sebagai ketua komisi X pun turut hadir dalam kegiatan ini. Disana beliau kagum dengan Bapak Prof Abdul Mu'ti yang menempatkan isu guru sebagai hal yang sangat penting dalam programnya. UU nomor 14 tahun 2025 adalah landasan yang wajib dilaksanakan baik itu hak, kewajiban, maupun kesejahteraan guru. Ibu Heltifah pun berpesan bahwa hal-hal yang bagus agar bisa dilanjutkan dan hal yang kurang bagus harus diperbaiki. Salah satu yang harus diperbaiki adalah penyelesaian sertifikasi dan kompetensi guru. Dengan diselesaikan hal tersebut maka kesejahteraan guru akan meningkat.
Prof Abdul Mu'ti pun mengarisbawahi mengenai kesejahteraan ini. Bahwa kesejahteraan harus berkorelasi dengan meningkatnya kualitas kompetensi guru baik pedagogi, kepribadian, profesional, dan sosial. Bukan tingginya kredit untuk meningkatkan gaya hidup. Beliau juga berkata alasan lain memilih peluncuran bulan guru di sekolah dasar adalah agar kita menjunjung tinggi kesederhanaan yang bermakna. Prof Abdul Mu'ti juga memprioritaskan pada program kompetensi guru agar ditambah mengenai bimbingan konseling dan pendidikan nilai.
Terkait kompetensi guru ini, seyogyanya guru yang sudah sertifikasi dihimbau memiliki literasi yang tinggi. Penulis ketika menjadi narasumber di beberapa tempat menanyakan mengenai berapa kali dalam sebulan seorang guru membaca buku? Mayoritas hampir menjawab tidak ada. Bahkan buku wajib seorang guru dari Bapak Ki Hajar Dewantara pun hanya sedikit saja yang memiliki dirumahnya masing-masing. Ini perlu menjadi perhatian bagi guru yang ingin menjadi sumber inspirasi bagi peserta didiknya. Minimal dimulai dengan membaca 2 hingga 3 buku dalam sebulan untuk peningkatan kompetensi dirinya.
Tadi pagi penulis di chatting oleh salah satu guru TK terkenal di Banjarmasin mengenai ingin belajar menulis. Mengapa beliau berkeinginan menulis ? Karena penulis selalu mengirimkan tulisan terkait kegiatan di grup pendampingan fasilitator daerah kemarin. Hal ini lah yang harus dilakukan oleh guru, bagaimana caranya memantik penasaran peserta didik untuk belajar. Bukan seperti perkataan Paulo Freire yang meanalogikan guru hanya menjadikan peserta didik seperti sistem bank.
Di setiap kebijakan kurikulum, guru harus berupaya menjadi sosok yang inspiratif di lingkungannya. Bagaimana menjadi sosok inspiratif ? Dengan melakukan terlebih dahulu sebelum mengajari peserta didik. Penulis selalu teringat dengan ayat Al Qur'an Q.S Ash-Shaff 2 dan 3 terjemahannya " Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? Sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan."
Jadi siapapun menterinya, apapun kebijakannya merupakan keniscayaan. Namun sebagai guru yang menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan harus selalu berupaya meningkatkan kualitas diri. Daripada sibuk mengeluh dan terjebak dengan zona nyaman sehingga pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik menjadi kurang relevan dengan kehidupan sehari-harinya hingga sebagaimana perkataan Paulo Freise,kelas menjadi tembok pemisah antara peserta didik dengan kehidupan realitasnya.
Di kegiatan ini pun terdapat sesi pertanyaan, penulis tertarik dengan pertanyaan ketiga dari seorang ibu guru mengenai keamanan guru untuk mendisiplinkan peserta didik yang saat ini isu guru dipenjara mulai bergentayangan. Prof Abdul Mu'ti pun berkata bahwa mendisiplinan peserta didik itu adalah keharusan namun cara mendisiplinkan juga tidak kalah pentingnya. Cara mendisiplinkan tahun 45 tentu berbeda dengan tahun 2024 dan jika tahun 45 digunakan pada 2024 maka tidak sesuai zamannya. Oleh karena itu guru harus ditingkatkan pengetahuan dan implementasinya untuk berkomunikasi dengan orangtua serta masyarakat.