Berminggu-minggu jagad pendidikan khususnya Kalimantan Selatan heboh atas permasalahan antara kepala dinas yang merokok di ruangan ber-AC dengan seorang guru wanita swasta yang tidak tahan dengan asap rokok tersebut pada saat pelatihan di suatu hotel ternama di Banjarmasin.
Guru wanita tersebut membuat video tersebut karena sakit hati atas reaksi kepala dinas yang seakan-akan mengusir ketika ditegur oleh ibu tersebut mengenai larangan merokok di ruangan AC. Walaupun dari tanggapan kepala dinas di Kompas TV Banjarmasin Rabu 11 September 2024 mengatakan tidak ada pengusiran namun asumsi pengusiran dari ruangan sudah tersebar luas di media sosial. Mengapa asumsi pengusiran tersebut menjadi viral? Karena menurut pengakuan ibu tersebut setelah menegur kepala dinas , beliau mengucapkan bahwa ibu saja yang keluar, lantas ibu tersebut keluar dari ruangan dan ketika didekat pintu ibu mendengar bahwa kepala dinas menanyakan ibu tersebut dari SMK mana ? Ibu tersebut pun mengatakan akan memviralkan kejadian ini ketika sebelum keluar.
Banjir komentar dari masyarakat di media sosial mengacu kepada satu kata yakni " Adab". Penulis sering mendengar bahwa semakin tinggi pohon maka akan semakin banyak angin yang akan lewat. Menurut sudut pandang penulis dari kalimat tersebut bahwa gerak-gerik pemimpin sekecil apapun akan menjadi indikator atau legacy untuk ditiru oleh bawahannya. Penulis baru saja membaca buku berjudul "Adab Berpolitik" karya dari Imam Al Ghazali bahwa " dunia adalah sisa peninggalan kekuasaan orang-orang terdahulu yang pernah berkuasa. Mereka memang sudah berlalu dan lenyap, tetapi mereka tetap akan terus diingat oleh manusia. Setiap orang dikenang karena perilaku dan tindakannya."
Mungkin kejadian ini bisa menjadi bahan instropeksi sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. Sebagaimana penulis ingat ketika Sayyidina Zainal Abidin dicaci maki bahkan dihina oleh seseorang beliau malah justru bersyukur, mengapa ? Kata beliau karena orang yang mencaci maki atau menghina tersebut ternyata lebih mempergunakan sebagian waktunya untuk memikirkan diri kita, dan kita tanpa bersusah payah mencari kekurangan diri sendiri, melalui orang lain menujukkan hal tersebut agar kita meningkatkan kualitas diri. Syukur kedua adalah bahwa tanda Allah masih sayang dengan diri ini karena masih banyak ternyata aib yang ditutupi oleh Allah. Hanya sedikit saja yang disebutkan oleh pencaci maki tersebut.
Dari ibu tersebut penulis belajar bahwa kebenaran walau pahit namun suatu waktu pasti akan menemukan momentumnya. Penulis pun melihat bahwa orang yang memiliki keberanian untuk mengkritik itu adalah orang yang hebat, karena mereka siap dengan segala konsekuensi yang diterimanya dan tetap berpijak pada keyakinan kebenaran. Sebagaimana Umar bin Abdul Aziz yang tegas kepada setiap kebenaran sehingga pada zamannya keadilan merajalela namun sebagian orang tak suka dengan kebijakannya tersebut karena dianggap membatasi sebagian kelompok tertentu.
Entah mana yang benar atau pun yang salah ,masing-masing saling memberi argumen bahwa salah satu dari mereka adalah korban dari perasaan tidak dihargai dan saling melempar tuduhan bahwa salah satunya tidak beradab. Sebenarnya Islam sudah jelas mengajarkan dalam menyelesaikan masalah ini harus mengutamakan tabayyun. Terlepas dari jabatan atau gengsi, perilaku kita hari ini ditonton jutaan peserta didik. Jika kejadian ini diselesaikan dengan tabayyun elegan dengan masing-masing pihak mempunyai i'tikad baik untuk menyelesaikan secara damai tanpa ada sikap formalitas belaka maka hal ini akan memunculkan adab effect.
Adab effect inilah yang kelak ketika suatu saat peserta didik atau bawahan kita mengalami masalah yang serupa maka tidak serta merta masing-masing melakukan pembenaran namun mengutamakan tabayyun. M.Quraish Shihab mengatakan tabayyun adalah usaha mengetahui sesuatu yang tidak jelas (check and recheck). Sehingga hasil dari tabayyun ini menimbulkan saling mengerti dari dua sisi yang berbeda-beda, puncaknya adalah saling memahami satu dengan yang lain.
Inspektorat sudah mulai menginisiasi melakukan tabayyun ini . Sebelumnya mendengarkan aspirasi LSM( Lembaga Swadaya Masyarakat) bersama ibu guru tersebut yang menyampaikan di kantor gubernur. Beberapa hari setelah kegiatan tersebut, Inspektorat memanggil kepala dinas tersebut, terlihat di media sosial beliau keluar dengan tersenyum dari kantor inspektorat. Semoga inspektorat dapat berlaku adil dalam menimbang semua informasi segala pihak dan tentunya sanksi yang tepat jika terbukti melanggar. Namun yang penulis sayangkan tidak ada pernyataan dari PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Provinsi Kalimantan Selatan atau kabupaten dimana ibu tersebut mengajar. Karena PGRI cukup getol dalam menyuarakan sertifikasi, PMM, dan lain-lain namun mengapa tidak ada tanggapan atau mencoba memfasilitasi kedua belah pihak tersebut untuk berdamai secara kekeluargaan ? Sebagaimana ketika kita mentadabburi Q.S An-Nisa 35 yang jika dikaitkan dengan konteks kejadian ini menjadi juru damai untuk melakukan perbaikan.
Untuk para komentator atau netizen bisa merujuk kepada Q.S Al Hujurat : 9 -10 dengan subtansi bahwa hendaklah mempunyai inisiatif untuk mendamaikan keduanya menurut keadilan jari-jarinya. Jadi komentar kita jangan sampai memperkeruh suasana. Mengapa ? karena diayat 10 dikatakan bahwa "orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Oleh sebab itu damaikanlah (perbaiki hubungan ) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."