Penulis melihat sebuah pesan dari tokoh filsafat Indonesia yakni Bapak Faiz Fakhrudin untuk Habib Ja'far Al Haddar menjelang lebaran. Kalimat yang sangat singkat namun dapat berguna di segala kondisi. "Semua akan Berlalu". Bulan Ramadhan banyak mengajarkan kita akan pentingnya membangun kebiasaan yang baik. Ada yang sepenuh hati melakukan kebiasaan baik tersebut dan ada juga yang biasa-biasa saja bahkan tetap membangun kebiasaan buruknya, namun 2 hal tadi sama-sama akan berlalu.
Lebaran pun sebagai momen sebuah silaturahmi yang mengajarkan kita akan kebersamaan. Didalam kebersamaan tersebut tentunya ada kain yang perlu dirajut kembali dengan jahitan kata sakti yakni "Maaf". Ada juga yang mengisinya dengan keriangan dan kumpulan teriakan anak-anak disekelilingnya tanda mimik keceriaan. Disisi lain ada juga yang merayakan dengan kenangan, padahal satu hari yang lalu masih berfoto bersama, namun keesokan harinya ketika suara takbir bergema dimana-mana mereka menangis karena salah satu anggota keluarganya kembali kepada Tuhan. Innalilahiwainnailahirojiun. Itu pun semua akan berlalu.
Tak ada yang abadi di dunia ini harus menjadi keyakinan kita semua. Kehilangan merupakan sebuah keniscayaan yang akan dilalui semua orang tanpa terkecuali. Oleh karena itu sayangi dan cintai bahkan abadikan setiap momen kebersamaan dalam hidup ini terutama bersama keluarga kecil yakni orangtua. Tebarkan selalu kebaikan demi kebaikan di dalam keluarga hingga menjadi kebiasaan baik keluarga dan efek dari kebiasaan tersebut dapat menyebar ke sekitarnya dengan buah yang bernama inspirasi.
Tentunya didalam buku Automic Habits karya dari James Clear mengatakan bahwa dalam membangun kebiasaan baik itu bukan terletak pada tujuan atau sasarannya namun sistem. Sistem tersebut dapat melingkupi sistem diri, sistem organisasi, dan semacamnya. Lebih sederhananya adalah mencintai proses. Proses aktivitas yang diubah walau sepele (1%) dan kecil itu dapat membuat perubahan yang besar. Ramadhan banyak memberikan pilihan perubahan kecil tersebut baik mengenai tadarus Al Qur'an, shalat berjamaah baik wajib ataupun sunnah, sedekah, tidak menggibah atau mengosip, dan lain-lain. Dengan memilih diantara hal tersebut dan dilakukan dengan rutin atau istiqomah maka kita memastikan perubahan dahsyat untuk menjadi lebih baik.
Lebih dari itu agar perubahan tersebut berjalan lebih efektif maka ranah keyakinan harus dimiliki. Keyakinan disini adalah terkait mindset. Dibuku yang sama dikatakan alasan utama kebiasaan itu penting bukan karena memberi hasil-hasil yang lebih baik tetapi karena kebiasaan dapat mengubah keyakinan tentang diri sendiri. Sederhananya dalam mempraktekkan teori ini adalah kita harus mempunyai role model dalam kehidupan ini. Role model atau teladan identitas itu sangat penting untuk mencapai keyakinan kebiasaan baik. Al Qur'an sebenarnya sudah jelas dalam hal ini jika kita melihat di Q.S Al Ahzab : 21 bahwa "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Pada akhirnya baik yang membangun kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk semua akan berlalu. Oleh karena itu lebih baik dalam hidup ini kita berusaha untuk membangun kebiasaan baik, toh akhirnya juga sama, akan berlalu juga. Adapun contoh yang paling ideal di muka bumi ini dalam membangun kebiasaan adalah Rasulullah SAW. Pelajari beliau, lakukan apa yang beliau perintahkan, cintai apa yang beliau cintai, jauhi segala apa yang tidak disukainya, itu merupakan sebuah kebiasaan baik yang sangat dahsyat. Jika bingung memulai dari mana, mulailah dari Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pun pernah bersedih ,ketika istri tercintanya yakni Sayyidah Khadijah meninggal. Rasulullah SAW pun pernah bahagia, ketika tak lama berselang di tahun kesedihan beliau bertemu dengan Allah SWT melalui serangkaian aktivitas Isra dan Mi'raj. Penulis jadi teringat akan hal ini melalui film berjudul "Jatuh Cinta seperti di Film-Film" pemeran tokoh Hana (Nirina Zubir) mengatakan yang berat dari berduka itu hidup harus berjalan, padahal kita lagi gak bahagia.
Lantas, bagaimana momen kebersamaan maupun kenangan yang kita lakukan di lebaran ini dapat menjadi sebuah kebiasaan yang baik ? Dengan menghargai waktu bersama setiap detiknya. Karena kita harus menyadari bahwa semua akan berlalu. Oleh karena itu mulai sekarang belajar menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sia-siakan waktu, gunakanlah waktu dengan bermanfaat. Jika bingung memulai menggunakan waktu bermanfaat darimana, mulailah dari mempelajari Rasulullah SAW.
Minal Aidzin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin para pembaca jikalau selama berinteraksi melalui tulisan banyak terjadi kesalahan baik disengaja maupun tak sengaja. Semoga Allah takdirkan kita kembali lagi merasakan nikmatnya beribadah di bulan Ramadhan tahun depan. Selamat Berbahagia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H