Berbicara mengenai finansial pasti terkait dengan pemasukan dan pengeluaran. Secara sederhana dikatakan finansial yang sehat adalah ketika jumlah pemasukan lebih banyak daripada pengeluaran.
Bagi guru PNS pemula seperti penulis tentu finansial dapat dikatakan cukup, ditengah naiknya barang-barang. Dalam 2 bulan ini saja pengeluaran penulis Rp.2.000.000 untuk membeli bahan makanan pokok dan perlengkapan rumah tangga lainnya seperti sabun cuci, sabun mandi, dan lain-lain. Jika ditambah pengeluaran ke luar kota untuk ke Mall maka penghasilan akan ludes, begitulah nasib guru PNS pemula yang baru menikah.
Sekali ke luar kota untuk berbelanja ke Mall biasanya kurang lebih Rp.1000.000. Adapun barang yang dibeli biasanya meliputi buku-buku, makan, dan skincare istri.
Oleh karena itu,jika tidak ditopang dengan pemasukan dari luar maka rasanya tidak sanggup untuk keluar kota. Untuk guru PNS terbantu oleh tunjangan daerah, lalu penulis merenung, bagaimana nasib guru non PNS, apakah kesehariannya mencukupi ?
Penulis tadi sore melihat sebuah tulisan dari akun instagram bernama ismaelalkholilie yang membuat judul tulisan " Antara Guru Ngaji dan Pelatih Anjing" isi ceritanya adalah sebagai berikut bahwa ada seorang laki-laki yang berprofesi menjadi guru ngaji digaji Rp.700.000 perbulan.
Namun karena banyaknya kebutuhan sehari-hari menyisakan uang Rp.200.000. Sehingga guru ngaji tersebut berinisiatif membuka les tahfidz Al Qur'an karena beliau latar belakangnya penghapal Qur'an.
Setelah dua minggu membuka les tahfidz tersebut secara gratis, ada sekitar 25 anak yang ikut. Selama 2 minggu tersebut adalah trial alias gratis tetapi setelah itu guru ngaji itu memanggil wali murid untuk musyawarah terkait adanya biaya bulanan sebanyak Rp.60.000. Wali murid pun mengangguk tanda setuju.
Singkat cerita setelah musyawarah tersebut ternyata keesokan harinya yang mendaftar ulang tinggal 4 orang. Jadi walaupun 4 anak yang ikut kelas tahfidz reguler tersebut, guru ngaji tersebut tetap mau mengajari mereka. Hingga tiba satu waktu guru ngaji tersebut ditawari oleh temannya sebagai pelatih anjing.
Dengan tawaran tiga setengah juta sebulan. Jika mengharap dari kegiatannya yang sekarang hanya mendapatkan kurang dari Rp.1000.000. Oleh karena itu guru ngaji tersebut memilih menjadi pelatih anjing dan berhenti menjadi pengajar tahfidz di sekolah dan di musholla. Berhentinya tersebut karena kondisi keuangan yang sangat darurat hingga utang kepada tetangga menjadi pilihan.
Hal ini ironis sekali, terkadang finansial seseorang itu tidak sehat bukan karena dia tidak bisa mengatur keuangannya namun tidak adanya sistem yang memfasilitasi agar finansialnya sehat.
Seseorang harus berjibaku untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan beberapa kali penulis didatangi salah satu pengurus masjid untuk meminjam uang demi kebutuhan sehari-hari anaknya. Penulis pun biasanya hanya mampu meminjamkan dibawah Rp.500,000.