Lihat ke Halaman Asli

Peran(g) Media Jelang Pilpres

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

SUTRISNO Bachir, saat itu sebagai Ketua Umum PAN, pernah membuat banyak sekali baliho yang ditempatkan di pinggir-pinggir jalan. Selain cara itu, tentu saja, ia memanfaatkan televisi untuk menyebarkan sesuatu yang saya kira sebagai personal branding itu. Kalimat sebagai pesannya pendek saja;Hidup adalah perbuatan. Ya, saya kira Anda semua ingat akan hal itu.

Pertama, saya menduga Sutrisno yang memang saudagar kaya itu mempunyai maksud tertentu di balik slogannya itu. Dalam politik, apalagi yang menjadi tujuan tertinggi selain kekuasaan. Nah, dugaan saya kala itu adalah itu; Sutrisno mengincar kursi capres!


Televisi, dengan segala kelebihannya, adalah sarana manjur untuk mengenalkan diri. Makanya tarif iklan di televisi harganya membumbung tinggi. Lebih-lebih Sutrisno memasang iklan bukan pada televisinya sendiri (tidak punya sih).


Tetapi apakah peran televisi selalu jitu dalam mendongkrak popularitas dan kemudian elektabilitas seorang politisi? Tunggu dulu. Ada kenyataan yang sama-sama kita tahu kalau Hary Tanoe memanfaatkan kekuatan media di bawah naungan MNC grup dalam kampanye Pemilu Legislatif kemarin. Dan sepertinya Hanura girang betul saat si HT berlabuh setelah hengkang dari NasDem bentukan bos MetroTV, Surya Paloh.


Dengan iklan yang ditayang bertubi-tubi di televisi grup MNC, plus kuis politis yang sempat disemprit KPI, toh Hanura tak memperoleh angka signifikan dalam pemilihan. Padahal hanya Hanuralah yang secara terang-terangan memampang sosok capres-cawapres dalam kampanyenya.


Pileg telah selesai, gelaran yang lebih menentukan sudah di depan mata; Pilpres. Sampai tulisan ini saya buat, dua pasangan telah mendaftar ke KPU; Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Secara kursi di parlemen, amunisi poros Prabowo-Hatta lebih unggul dibanding Jokowi-JK. Begitu juga pada sisi media.


Kalau di poros yang komandani PDIP hanya ada MetroTV yang secara terang-terang lebih condong ke NasDem (ya iyalah, Ketumnya kan bosnya), sementara PKB tidak punya media (baca: televisi). Eits, tunggu dulu, bukankah ada Hanura yang ikutan bekerjasama (entahlah, PDIP lebih senang menamakan demikian dibanding koalisi) sementara Hary Tanoe adalah bagian dari Hanura?


Sudah bisa dibaca dari awal, ganjalan Hanura gabung ke gerbong PDIP adalah 'masa lalu' HT terhadap Surya Paloh yang sesaat setelah hitung cepat dipublikasikan si NasDem langsung merapat ke kandang banteng. Kabar terakhir yang beredar, Hary Tanoe 'menikung' ke poros Gerindra walau Wiranto mendukung Jokowi.


Begitulah politik.
Untunglah sekarang publik sudah makin cerdik tak termakan tingkah-polah para politisi yang saat-saat ini memamerkan tabiatnya yang sejati.


Nah, bila benar Hary Tanoe berada di gerbong Prabowo, secara media poros ini tentu punya kekuatan berlipat ganda. Selain Parbowo sendiri yang punya stasiun televisi lokal (CNTV), ada Aburizal Bakrie dengan Viva grupnya (antv, tvOne, VivaNews) di belakang HT ada RCTI, MNCTV, GlobalTV, SindoTV, KoranSindo, SindoRadio. Sementara, di barisan Jokowi-JK, yang punya media hanya Surya Paloh dengan MetroTV dan Media Indonesia-nya.


Siapa nanti yang akan menang? Prabowo-Hatta secara hitungan di kertas tentu lebih di atas. Tetapi, dengan makin cerdasnya publik, perkara politis kadang tidak bisa dengan mudah dihitung secara matematis. *****


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline