Jika mendengar kata Banten maka yang terpikir pertama kali oleh saya adalah suatu provinsi di Indonesia yang memiliki budaya religius yang amat kental. Banten memang sudah dicap sebagai provinsi dengan pemahaman keagamaan yang kuat, terutama Islam. Saya sebagai warga Jakarta yang sedang menuntut ilmu di Banten, melihat provinsi ini sebagai provinsi yang Islami dan penuh dengan hal ghaib. Mungkin saya bukanlah orang pertama dan satu-satunya yang berpikiran seperti itu mengingat image ini sudah tersebar ke seluruh pelosok Indonesia.
Kemistisan di Banten kerap dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Terlepas dari keduanya memiliki hubungan atau tidak, masyarakat Banten terlanjur mempunyai ciri khas yang membedakannya dari provinsi lain. Ilmu-ilmu kesaktian yang marak di Banten, seperti ilmu kekebalan, jampi-jampi, telepati memang tidak bisa dijelaskan secara logika namun keberadaannya nyata. Debus misalnya, banyak orang berasumsi bahwa debus menggunakan ilmu ghaib dalam pelaksanaannya. Tidak sedikit pula orang yang menganggap debus adalah suatu fenomena fisika belaka yang bisa dijelaskan dengan akal sehat.
Ruangan itu penuh dengan asap rokok saat saya memasukinya. Di dalamnya terdapat beberapa orang yang sedang merokok meski ruangan tersebut menggunakan pendingin ruangan. Saat itu pukul 2 siang, dimana istirahat makan siang seharusnya sudah berakhir dan semua orang semestinya kembali larut dalam pekerjaan. Suasana itulah yang saya dapat ketika memasuki ruang kerja Komisi 2 DPRD Kabupaten Serang-Banten dengan tujuan mencari anggota DPRD yang bersedia saya ajak diskusi tentang topik ini. Duduk di kursinya dengan kaki berlipat dan punggung yang tersender santai, saya melihat Bapak Heri Azhari seorang anggota komisi yang kelihatannya tidak sibuk sama sekali.
“Siapa yang bisa menjamin bahwa ilmu hitam seperti dalam debus itu menggunakan unsur agama? Tidak ada, kan? Jadikanlah ini sebagai sebuah kebudayaan semata, bukan suatu hal yang negatif,” jawab beliau setelah menghentikan isapan nikotinnya demi berdiskusi dengan saya. Ia juga mengatakan bahwa citra Banten saat ini justru merupakan sebuah keuntungan. Banten mempunyai identitas meskipun identitas tersebut berhubungan dengan hal mistis. Namun akan menjadi momok yang menakutkan jika ilmu-ilmu tersebut digunakan untuk main-main dan merugikan orang lain, seperti santet misalnya.
Sempat terlintas dalam benak saya jika kekuatan ilmu magis yang ada di Banten memiliki pengaruh sebesar itu. Saya penasaran apakah ilmu-ilmu tersebut sudah masuk ke dalam ranah pemerintahan dan digunakan oleh segelintir orang untuk mendapatkan kekuasaan. Pak Heri menuturkan bahwa penggunaan ilmu magis sebenarnya sudah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku saat ini. Segala bentuk kekerasan yang dilakukan menggunakan ilmu magis dikenakan sanksi yang sama dengan kekerasan yang dilakukan secara langsung.
Entah benarkah ada orang-orang yang memanfaatkan identitas Banten ini sebagai sarana dalam mendapatkan kekuasaan atau tidak. Namun ada baiknya jika ilmu-ilmu ini cukup dijadikan kebudayaan saja tanpa masuk ke ranah politik atau ranah-ranah lainnya. Pemerintah daerah seharusnya memberikan sanksi yang lebih spesifik dalam penggunaan ilmu magis di luar tujuan melestarikan kebudayaan sehingga tidak disalahgunakan oleh mereka yang memiliki kepentingan. Janganlah karena beberapa orang yang menyalahgunakannya menjadikan Banten dipandang negatif oleh masyarakat di luar provinsi tersebut, namun dipandang sebagai sebuah kebudayaan warisan bangsa.
FISIP UNTIRTA/Komunikasi Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H