Lihat ke Halaman Asli

Anjing, Kucing, dan Birahi Betinaku

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku bingung menamakan apa semua ini, ketika rumahku tak hanya berpenghuni manusia. Yang bernama anjing dan kucing punya andil : makan, berak dan kencing. Yang bernama gonggong dan meong dengan beraninya ganggu mimpiku dan malah usik senggama malamku. Kakiku tak mampu beranjak memijak lantai, iblis betinaku akan menerkam kian rakus.

“Sudahlah, mereka itu kan hanya anjing dan kucing. Kita selesaikan saja permainan kita.”

Sejak aku ijinkan pintu rumah dimasuki oleh kucing milik istriku dan anjing milik putraku, yang bernama tikus tak berani muncul. Pencolengan di waktu sunyi tiada lagi. Mahluk kotor yang bersembunyi di celah-celah tatanan kemapanan ruang rumah nan nyaman, menjadi ciut oleh hakim-hakim alam. Rantai makanan menjadi abadi. Peristiwa makan-memakan bukan barbar.

Tapi kini, anjing dan kucing bukan lagi binatang manis. Istri dan putraku terlalu menyayangi masing-masing peliharaannya. Jadilah mereka kaum-kaum berkuasa. Kaum-kaum pecemburu. Terkam menerkam jadi agung dan kian biasa. Aahhhh…. Rumahku jadi sarang-sarang perusuh dan mereka berdiri gagah bertameng istri dan putraku. Bertameng atas nama dan milik siapa. Bersandar pada logika-logika entah menuju ke laut mana. Berputar di sisi kebenaran masing-masing. Aku kian pening oleh arusnya.

Dan malam ini, saat istriku kian birahi di malam saat bulan tersenyum bugil, anjing dan kucing bertarung di arena penciptaan diri. Ohhh….. ributnya engkau binatang jalang. Serta merta aku bangkit, di saat tubuh telanjangku ditutup oleh gelapnya kamar. Tapi tangan betinaku menarik kembali tubuhku ke pelukannya.

“Mereka hanya binatang. Biarkan mereka berdebat di alamnya, bermimpi di kuasanya.”

Aku tergeletak pasrah, saat mataku membentur sekelebat bayangan di balik tubuh putih istriku yang duduk di atas selangkanganku. Di dinding ada iringan tikus-tikus pencoleng yang bebas berlari ke sana ke mari menjarah negeri kecilku. Tingkah lakunya tak asing, biadabnya tak ragu di tiap waktu.

Ke mana engkau eksekutorku?

# Jejakjejak Meracau #

sumber gambar : klik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline