Ilustrasi NIK menjadi NPWP
Ada semangat kemudahan dan perluasan basis data perpajakan dalam perubahan ketentuan NIK menjadi NPWP.
Sebagaimana yang kita ketahui, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), memuat beberapa perubahan pada UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai termasuk ketentuan pajak karbon. Salah satu perubahan pada UU KUP adalah menjadikan NIK sebagai NPWP.
Penggunaan NIK sebagai NPWP Orang Pribadi merupakan bentuk integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan. Perubahan ini bertujuan mempermudah WP orang pribadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan, demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional.
NIK menjadi NPWP Tidak Otomatis Dipajaki
Ada yang khawatir, sehingga tidak sedikit pihak yang bertanya-tanya, kalau NIK jadi NPWP apakah otomatis kena Pajak Penghasilan (PPh) ?
Jawabannya adalah tidak. Kita tidak perlu khawatir kalau NIK menjadi NPWP langsung dipajaki. Hal ini, karena PPh baru dilakukan apabila terpenuhi dua syarat, yaitu terpenuhinya syarat subyektif dan obyektif. Dan syarat tersebut komulatif, artinya harus dua-duanya terpenuhi. Jika hanya satu saja, maka tidak dikenakan pajak.
Pengenaan pajak dilakukan apabila Penghasilan yang bersangkutan dalam satu tahun di atas batasan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) atau peredaran bruto UMKM di atas Rp 500juta/tahun bagi pengusaha yang membayar PPh Final 0,5% ( Wajib Pajak PP 23/2018).
Pemajakan bagi Karyawan
Untuk karyawan, pajak penghasilan dikenakan apabila penghasilan nettonya telah di atas PTKP. Apabila penghasilannya nettonya belum di atas PTKP, maka tidak dikenakan pajak Penghasilan.
Sebagai contoh, Tn A, status belum menikah, bekerja pada suatu CV, mempunyai NIK, penghasilannya sebulan Rp4 juta. Mengingat penghasilan rutin sebulannya sebesar Rp4 juta dan itu di bawah PTKP bulanan, yakni Rp4,5 juta, maka Tn A tidak dikenakan PPh Pasal 21.
Pemajakan Bagi UMKM
Bagi pelaku usaha UMKM, NIK menjadi NPWP juga tidak perlu mengkhawatirkan. Apabila penghasilan nettonya belum di atas PBTKP (Penghasilan Bruto Tidak kena Pajak) sebesar Rp500 juta setahun, maka tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Dan ketentuan ini berlaku sejak 01 Januari 2022.
Sebagai contoh, Tn B, termasuk UMKM dengan pembayaran PPh selama ini menggunakan PP 23/2018, yaitu sebesar 0,5% dari omset. Jika omset dalam satu tahun sebesar Rp450 juta, maka tidak kena pajak penghasilan.
Pengenaan PPh baru dilakukan apabila omset Tn B, dalam satu tahunnya melebihi PBTKP sebesar Rp500 juta. Sebagai contoh, misalnya Omset Tn, B setahun sebesar Rp600 juta, maka atas yang Rp500 juta tidak dikenakan PPh, sedangkan sisanya, yaitu Rp100 juta dikenakan PPh Final sebesar ,5%, yakni sebesar Rp500.000,- yang berasal dari perhitungan =0,5% x Rp100 juta (=Rp600 juta-Rp500 juta)).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H