Lihat ke Halaman Asli

Menyoal Politisi Busuk

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di dalam terminologi politik, ada istilah politisi busuk. Istilah ini sangat popular melekat pada seseorang yang tindakkan politiknya di luar batas-batas kepatutan. Batas kepatutan itu meliputi hukum, moralitas, etika dan kepedulian terhadap rakyat sebagai konstituennya.

Labeling politisi busuk biasanya dilekatkan pada seorang anggota legislative yang kelakuannya tidak sesuai dengan harapan-harapan publik. Sedangkan bagi kader-kader partai politik yang belum duduk di kursi wakil rakyat masih dianggap “bersih” dari dosa-dosa politik. Hal ini sangat tidak adil karena setiap calon anggota legislative (caleg) yang diusung oleh partai politik baik yang sudah menjabat sebagai anggota dewan ataupun belum, masing-masing mempunyai latar belakang – rekam jejak (track record) tersendiri.

Berdasarkan rekam jejak itulah masyarakat mestinya dapat menilai apakah seorang politisi memiliki catatan baik atau buruk. Sayangnya catatan itu sulit didapat karena tidak ada institusi atau lembaga milik Negara ataupun Swasta yang serius menangani masalah ini. Lembaga Legislatif itu sendiri tidak pernah menerbitkan rapor penilaian kepada unsur pimpinan dan anggotanya. Bahkan untuk mengetahui siapa-siapa anggota dewan yang rajin hadir dengan yang rajin bolos masyarakat tidak dapat mengaksesnya baik secara langsung maupun melalui website yang telah disediakan.

Politisi busuk bukan cuma mereka yang tersangkut perkara tindak pidana korupsi atau yang sudah terbukti menyandang gelar baru sebagai koruptor pasca palu hakim diketuk di persidangan. Mereka yang bukan koruptor, tetapi malas masuk kantor apalagi sering bolos sidang adalah juga politisi busuk. Sebab definisi politisi busuk itu sangat luas yaitu terkait semua hal yang tidak diingini oleh konstituen kepada seorang wakilnya yang telah dipilih dalam Pemilu.

Rakyat sebagai pemilih tentu punya harapan bahwa seorang anggota legislative bisa mewakili dirinya, menampung aspirasinya dan merealisasikan apa saja yang bisa dirasakan bermanfaat. Ironisnya politisi yang berhasil meraih kursi legislatif nyatanya sering kali menkhianati amanat rakyat. Mereka seolah lepas dari tanggung jawab sebagai wakil rakyat, dan hanya sibuk mebangun financial diri dan keluarganya serta partai politik yang mengusungnya.

Lebih tragis lagi dalam setiap Pemilu digelar lima tahunan rakyat lupa mencatat prestasi para legislator yang dulu pernah mereka pilih. Bahkan politisi busuk bisa “membeli” suara rakyat dengan harta yang dikumpulkan saat menduduki jawabatan di parlemen. Menyedihkan memang, inilah cerminan poltik negeri sendiri yang kerap terjadi karena sudah terkondisi sedemikian rupa karena menyoal politisi busuk sama dengan menyoal semua aspek negeri ini. Alasannya bahwa kekuatan politik di negeri ini masih eksist menjadi panglima, sedangkan hukum hanya mengekor menjadi prajuritnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline