Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Hal ini membuat beberapa negara di luar negeri menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Wabah COVID-19 telah memberikan dampak serius pada hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Pengaruh yang ditimbulkan tidak hanya pada satu bidang, namun hampir di seluruh aktivitas yang ada. Salah satu aspek yang menjadi perhatian di tengah merebaknya virus Corona adalah investasi. Adanya berbagai pembatasan di suatu negara sudah tentu berimbas pada aktivitas ekonomi. Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM sendiri telah mengakui, virus Corona atau COVID-19 adalah ancaman serius yang cepat atau lambat akan mempengaruhi stabilitas suatu negara, termasuk Indonesia.
Menurut Rizal Calvary Marimbo, anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM, penurunan nilai investasi akan sangat kentara jika dilihat dari hubungan perdagangan yang melibatkan negara-negara episentrum COVID-19, salah satunya adalah RRT. Adanya pembatasan atau lockdown membuat aktivitas perdagangan terdampak dengan nilai kerugian yang tidak sedikit. Kegiatan ini mencakup semua aktivitas bisnis yang berkaitan dengan pasokan bahan material yang berhubungan langsung dengan RRT, baik ekspor maupun impor.
Januari lalu, BKPM belum mencatat perubahan signifikan pada kegiatan investasi di Indonesia, karena dampak COVID-19 di Tanah Air belum begitu terasa. Hal ini berbeda dengan awal Maret dimana mulai ditemukan beberapa pasien positif COVID-19, yang berakhir pada pembatasan-pembatasan aktivitas ekonomi'. BKPM menyatakan, dampak investasi yang ditimbulkan dari penyebaran wabah COVID-19 baru dapat diketahui pada akhir Maret atau awal April. Dampak tersebut hampir dipastikan ada, mengingat saat ini RRT adalah negara dengan realisasi investasi asing terbesar kedua di Indonesia pada tahun lalu. Tahun lalu, nilai investasi RRT di Tanah Air tidak kurang dari USD 4,7 miliar. Nominal itu setara dengan hampir 17% total nilai investasi keseluruhan asing di Indonesia.
Potensi dampak investasi di Indonesia bisa mencapai triliunan rupiah. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksi, ada potensi kehilangan nilai investasi sebesar Rp127 triliun akibat merebaknya COVID-19. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat salah satu faktor penyebabnya adalah prospek kegiatan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin hari kian tertekan. Hal ini dikuatkan oleh pemerintah yang menyatakan bahwa setiap ada penurunan nilai ekonomi RRT 1% maka akan memberikan dampak penurunan pada ekonomi Indonesia sebesar 0,3%. Melihat situasi yang terus berkembang, bukan tidak mungkin ekonomi RRT bisa merosot sampai pada level 5% pada 2020. Dilihat dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Covid-19 berpengaruh signifikan terhadap penurunan investasi di Indonesia.
Nama penulis :
Edi Paryono mahasiswa UIN Raden Intan Lampung
Dosen pengampu : Muhammad Iqbal Fasa,M.E.I
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H