Lihat ke Halaman Asli

Negeri di Atas Awan

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh Edi Miswar Mustafa

Masa apakah ini dan di negeri apakah ini, Ya Rabbi. Rakyatnya hidup dalam limpahan rahmat dan karuniaMu. Rasa syukur itu terlihat dengan penuhnya tempat-tempat ibadah oleh orang-orang yang bermunajat ke hadiratMu. Di tanah permai ini, baik di kampung-kampung yang jauh ataupun di kota, antara si kaya dan si miskin saling harga-menghargai karena antara keduanya mengendap dengan lembut pemahaman pada ayat yang menjelaskan bahwa ada hak fakir-miskin dalam hartamu, juga ayat yang mengurai bernas bahwa celakalah orang-orang yang sembahyang; orang-orang yang tidak berusaha mengonsolidasi bagaimana mereka yang papa, mereka yang yatim agar dapat hidup semestinya.


“Apa nama negeri ini, Kakandaku?” tanyamu. Kita telah lama tertegun. Rasa-rasanya masa yang mendung dan gelap itu sudah tak berbekas lagi di ingatan kita. Kita seperti tercabut dari tanah yang gersang lalu dibawa angin lantas bernapas di negeri antara langit-langit yang penuh dengan udara bersih tanpa polusi seperti dulu di bumi.

“Aku sudah lupa. Ah… Adinda, maukah engkau memaafkan aku. Tak kumengerti pula semua ini. Pikiranku terlalu kecil untuk menjelaskan padamu. Ya, aku sama sekali tak tahu masa apa ini. Dan, negeri apa yang kita diami ini. Negeri di mana semua tetumbuhan yang subur dan indah tumbuh penuh makna kepada kita yang melihatnya,” jawabku. Lalu engkau mengajakku ke rumah mungil kita. Mencandai ternak-ternak kita yang patuh, karena, seakan-akan kita adalah majikan mereka yang senantiasa berbelas kasih pada mereka.

Dan di masa ini pula, bersemi sumringah para penyair yang bekerja-berkarya secara kreatif karena Allah semata. Orang-orang yang menyeru supaya setiap orang berbuat baik. Hidup berkualitas sempurna secara Islam; menyelenggarakan hidup baik hubungan manusia dengan Allah serta hubungan manusia yang satu dengan manusia lainnya.

Kebanggaan tiap orang pada masa ini adalah memiliki budi pekerti sebagaimana yang dimiliki oleh Rasulullah. Seorang bapak akan senang bila anaknya mempunyai jiwa yang lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Seorang ibu akan berbahagia benar bila anak gadisnya menemukan jodohnya karena kriterium si lelaki yang berbudi, bukan karena uang dan ketampanan. Seorang guru akan sedih bila murid-muridnya tidak mampu menjawab di waktu ujian dan menyadari dengan ikhlas bahwa punca siapa yang salah adalah guru; bukan si murid. Seorang polisi mampu memutuskan dengan tegas lebih baik mati daripada membiarkan mereka yang berbuat tidak sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam kitabullah Al-Qur’an yang mulia meskipun ia disuguhkan beratus juta rupiah.

Para gubernur yang dipilih secara langsung oleh rakyat tak perlu pengawalan polisi bila melintas di jalan. Para gubernur bebas ke mana saja. Setiap orang diberinya salam atau setiap kali di tempat umum, ia akan disalami oleh rakyatnya. Juga para bupati, juga para camat, dan juga para keuchik. Penghormatan mereka kepada orang-orang yang mereka pimpin adalah penghormatan yang tulus. Penghormatan saudara kepada saudaranya yang lain. Penghormatan yang tak mengenal bahwa ia berpangkat ini, bahwa ia berpangkat itu. Semua sama. Sebab, di mata Allah Swt. semua adalah hamba-hambaNya; yang membedakan di antara hamba-hambaNya adalah ketakwaan. Maka orang-orang berlomba-lomba bertakwa; orang-orang berlomba-lomba memiliki hati yang bersih; orang-orang yang berlomba-lomba mempunyai sifat rendah hati terhadap kecakapan apapun yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia.

Orang-orang berusaha dengan kuasa yang ada pada diri masing-masing untuk hidup dalam kesederhanaan. Hidup yang tidak mencintai dunia secara berlebihan. Hidup tanpa rasa takut kehilangan sesuatu dari diri; kekayaan, kebesaran, jabatan, hatta mati pun. Karena adanya segala sesuatunya di bumi ini dan kembali segala sesuatu yang ada di bumi ini karena Allah Yang Maha Bijaksana jua.

Di masa yangs selalu kumohon dalam doaku inilah cinta kita bersemi. Cinta yang sama seperti cinta yang dimiliki oleh orang-orang lain. Cinta yang tulus. Cinta murni karena kesadaran yang mengekal di hati tiap pribadi bahwa nikmat hati yang indah ini datangnya dari Allah samata. Adinda Anniesa, pasangan jiwaku; betapa aku mencintaimu. Terimalah satu bait puisi pada Minggu pagi ini untukmu;

Anniesa, lihat mataku. Lihatlah…kemudian lihatlah langit di sore yang kemilau ini. Adakah keraguan hati padamu tentang keajaiban ilalang yang tumbuh secara pelan-pelan di belakang rumah. Adakah keterpukauanmu bagaimana beras itu memuai teratur kemudian jadilah nasi putih yang nikmat untuk kita makan. Adakah kerisauanmu melihat laut yang terus saja berguncang dan terus-menerus membuat kita bertanya dari mana ombak kecil itu membuncah tak kenal lelah membelai pantai. Allahu akbar.

Emperom, 11 September 2009

Edi Miswar Mustafa: Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Unggul Pidie Jaya. Bergiat di Komunitas Kanöt Bu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline