Lihat ke Halaman Asli

Keripik Maicih, Strategi Pemasaran Yang Unik

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ini tipe orang yang suka penasaran. Tapi bukan gumunan (bahasa Jawa) lho! Kalo gumun itu sama saja dengan heran dalam bahasa Indonesia. Sementara kalo penasaran itu ya menurut saya lebih pada keinginan untuk merasakan. Misalnya saja saya penasaran dengan rasanya Blueberry cake bikinan Harvest Cakes gitu, maka saya akan berusaha untuk bisa merasakan seperti apa enaknya cake itu supaya rasa penasaran saya hilang. Jadi ketika adik saya yang kerja di Jakarta datang, saya pun menghapus rasa penasaran saya dengan menyantap langsung cake yang memang saya pesan kepada adik saya itu. Dan memang bener, itu cake enak banget lho. Nah beberapa hari yang lalu Mbak Tika Gartikayati (Kompasianer) memamerkan tentang Keripik Maicih atau keripik singkong pedas yang tingkat kepedasannya ditandai dengan level 1-10, Keripik Maicih. Di postingan itu saya sempat memberikan komentar kalo saya belum pernah merasakan keripik itu. Sebenarnya saya tidak begitu suka dengan makanan yang pedas-pedas. Mungkin karena saya orang Jogja yang notabene makanan dari Jogja itu rata-rata manis rasanya. Tapi kalo ada teman-teman yang mau nraktir saya nasi padang yang pake rendang gitu, saya tetep suka koq....haalaah. Kembali ke topik tentang keripik Maicih tadi. Karena terdorong oleh rasa penasaran saya, maka ketika ada teman dari Bandung datang, saya pun pesan itu keripik. Dan memang benar itu keripik nendang banget pedesnya. Saya makan sedikit saja, 2 gelas minuman tidak mampu menghilangkan rasa pedesnya. Padahal saya beli yang level 5 lho! Gimana kalo yang level 10 ya? Bisa mules kali ya perut saya.

Kalo lihat kemasannya sih, bolehlah. Okey banget menurut saya. Tapi kalo dibandingkan dengan rasa panas di perut sesudah makan keripik itu, haduh enggak deh! Saya justru lebih tertarik pada kemasan luarnya itu atau bungkus kertas di bagian belakang yang terdapat tulisan berbunyi : "Dari setiap pembelian 1 produk Maicih, anda ikut menyumbang sebesar Rp 100,- untuk pelestarian lingkungan hidup. Menurut saya ini luar biasa, sambil menikmati keripik kita juga sudah ikut beramal.

[caption id="attachment_127749" align="aligncenter" width="376" caption="Rp 100,- untuk pelestarian lingkungan hidup (dok.pribadi)"][/caption] Menurut yang saya baca di postingan Mbak Tika kemarin, strategi pemasarannya juga unik. Yaitu dengan cara berpindah-pindah tempat sesuai dengan apa yang diupdate dalam twitter-nya Keripik Maicih ini. Jadi kalo mau tahu hari ini jualannya di mana itu keripik, ya minimal harus jadi follower-nya dan selalu update status terbaru twitter dari Keripik Maicih ini. Jadi menurut saya ini strategi pemasaran yang unik, berpindah-pindah tempat. Tidak seperti produk-produk makanan lainnya yang mempunyai alamat pasti bila kita ingin membelinya kembali. Selain berpindah-pindah tempat juga sekaligus menggalang dana untuk pelestarian lingkungan hidup. Strategi pemasaran semacam ini memang bisa kita tiru. Walaupun mungkin agak repot sih karena minimal kita harus punya kendaraan roda empat yang bagasi belakangnya bisa dijadikan tempat menaruh produk yang dijual. Tapi jika dilihat dari cara yang dipakai Keripik Maicih yang memanfaatkan twitter, ini bisa berarti para pembeli dari keripik ini bisa jadi adalah pelanggan fanatiknya. Jadi jika teman-teman punya produk yang diperjualbelikan dan pengin tahu siapa saja pelanggan fanatiknya, maka strategi pemasaran semacam ini bisa dicontoh lho. Selamat Pagi dan Selamat Beraktifitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline