[caption id="" align="aligncenter" width="276" caption="gambar dari google.com"][/caption] Sore hari selepas Maghrib, Bumi hanya tercenung seorang diri di kamarnya. Di kamar inilah biasanya ia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Di kamar ini pula ia biasa melahirkan berbagai tulisan yang rajin ia postingkan di Kompasiana. Ahh..iya sudah berapa lama ia tak mengunjungi akunnya itu. Seminggu sudah atau bahkan lebih ia tak membuka dashboardnya. Semua gara-gara ayahnya. Ya..ayahnya yang membuat dia sampai melupakan Kompasiana dalam beberapa hari ini. Ayah yang seharusnya menjadi pengayom keluarga, panutan dalam keluarganya, justru telah membuatnya sangat kecewa. Ayah yang dulunya sangat diidolakannya, kini menjadi sosok yang sangat ia benci. Gara-gara ayahnya pula, sekarang ibunya menjadi pemurung. Ibunya tak lagi ceria seperti dulu. Ibunya pun menjadi orang yang tertutup, senang mengurung diri dikamarnya. Semua ini gara-gara ayah, begitu batinnya sedih. Di benak Bumi, tiba-tiba terlintas kembali peristiwa beberapa hari lalu. Peristiwa di mana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, ayahnya tega menampar ibunya. Suatu perbuatan yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh ayahnya. Semua itu bisa terjadi karena ibunya menanyakan, mengapa ayahnya sekarang suka pulang larut malam. Mengapa ada bekas noda lipstik dibaju kerja ayahnya? Dan karena semakin terdesak dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya, ayahnya mulai hilang kendali. Akhirnya tangannyalah yang menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya, disertai dengan pengakuan jujur dari ayahnya. "Iya, benar! Aku memang telah menjalin hubungan dengan wanita lain! Sekarang kamu puas?" begitu kata-kata yang terlontar dari mulut ayahnya, malam itu. Shock, sudah pasti. Ibunya benar-benar shock mendengar pengakuan jujur dari ayahnya itu. Apa yang salah pada diriku, kurang apa aku melayani suamiku selama ini? Mungkin pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang berkecamuk dalam batin ibunya saat itu. Dan sejak itulah ibunya berubah, menjadi pemurung dan suka menyendiri. Tapi apa hendak dikata, semua sudah terjadi. Ayahnya pun sekarang juga jarang pulang ke rumah. Menginap dimana ayahnya, Bumi tidak tahu pasti. Mungkin di rumah wanita simpanannya atau di hotel, entahlah? Sekarang ini fokus perhatian Bumi hanyalah ibunya. Ia ingin ibunya kembali seperti dulu. Ceria seperti dulu. Setiap hari, Bumi selalu menyemangati ibunya. Ibunya tidak boleh luluh oleh kelakuan ayahnya. Ibunya harus bangkit. Masih ada yang butuh perhatian dari ibu, ada dia dan juga adiknya. Semua masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Saking fokusnya kepada ibunya itu, Bumi sampai sempat melupakan akunnya di Kompasiana itu. Ahh..ada berita apakah di Kompasiana belakangan ini, batinnya. Segera saja diambil laptop yang tergeletak di meja kamarnya. Dicolokkanya kabel power di colokan listrik kemudian ditancapkannya modem ke laptop itu. Beberapa menit kemudian, Bumi sudah mulai asyik menjelajah dengan laptopnya itu. Begitu di buka dashboardnya di Kompasiana, ada beberapa message di inboxnya. Satu persatu dibacanya message itu, rata-rata menanyakan kabar kenapa agak lama tidak meluncurkan postingan. Dari sekian orang yang mengirimkan massage di inboxnya, ada satu nama yang cukup membuatnya tersentuh. Langit. Ya, nama cewek yang belakangan ini akrab dengannya walaupun hanya di dunia maya. "Hai Bumi, lama aku tak melihat postinganmu? Sibuk ya? Atau karena persoalan keluarga yang kamu bilang waktu itu belum kelar? Aku doakan deh biar cepat selesai urusannya dan kamu bisa kembali menulis seperti dulu. Miss you!" Begitulah bunyi message di inbox Bumi. "Terimakasih Langit, ternyata kamu memang sangat perhatian. Walaupun kita belum pernah bertemu, tapi perhatianmu sangat luar biasa kepadaku.Tanpa melihat bentuk wajahmu saja, aku sudah cukup merasa akrab denganmu. Apalagi selama ini kamu hanya memajang gambar langit yang biru, di foto profilnya. Seperti apakah sebenarnya parasmu? Rasa-rasanya kita sudah seperti sahabat yang sangat dekat. Kamu suka curhat kepadaku, aku pun suka curhat kepadamu. Jujur aku sangat ingin bertemu denganmu. Mengenal lebih dekat siapa dirimu. Tapi sayang, semua hanya bisa kita lakukan lewat seperangkat laptop ini. Langit, mungkin inilah saat yang tepat bagiku untuk mengungkapkan sesuatu kepadamu. Tentang isi hatiku, tentang perasaanku, tentang kekagumanku kepadamu. Wahai Langit, kapankah kira-kira saat yang tepat bagi kita untuk bertemu, hari inikah, malam inikah, atau esok lusakah? Hanya kamu yang bisa menjawab semua ini karena detik ini juga aku siap untuk bertemu denganmu." Begitulah kira-kira message balasan yang dikirimkan Bumi kepada Langit. Dan sampai detik inipun, Bumi masih menantikan balasan message dari Langit itu. (BERSAMBUNG)
Penulis : Valentino + Langit + Hamzet + R-82+ Edi Kusumawati + Dian + Afandi Sido + Princess E diary (Nomer Peserta : 201)
Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H