Lihat ke Halaman Asli

Jan Bestari

Merayakan setiap langkah perjalanan

Cinta Mati (14. Kota Dunia Tinggi)

Diperbarui: 30 Januari 2022   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

Wajahku terasa menghangat. Tanpa kusadari selimut ternyata hanya menutup daerah dibawah bagian kepala. Entah sudah berapa lama aku tertidur, tetapi tidak ada rasanya pegal-pegal lagi di sekujur tubuh. Pendingin kamar ternyata masih tidak bisa melawan hangatnya cahaya pagi yang masuk menerobos melalui celah gorden yang sedikit tersibak.

Aku berusaha mengumpulkan kesadaran yang masih melayang-layang entah kemana. Kamar yang fasilitasnya menurutku seperti hotel bintang lima seperti biasa yang diceritakan oleh tamu-tamuku dari kota. Sangat nyaman sehingga membuatku malas untuk sekadar sedikit saja menggerakkan badan.Tempat tidurnya sangat empuk dan membuat kita seperti mengambang diatas air yang berayun pelan. 

Sayup-sayup terdengar kesibukan diluar sana. Naluri selidikku terpancing. Segera aku melompat dari tempat tidur untuk melihat apa yang sesungguhnya pemicu keriuhan diluar sana. Kusingkap sedikit lagi gorden penutup kaca jendela untuk memastikan persisnya apa yang terjadi. Ternyata sebuah pemandangan yang tidak pernah kulihat sama sekali sebelumnya

Aku tertegun untuk beberapa saat kemudian. Terlihat kesibukan dipelabuhan dengan aktifitas kerja masing-masing. Terlihat semuanya sangat modern. Terpasang peralatan seperti tiang penyangga tinggi dari baja dibeberapa titik. Barang-barang kemudian bergerak secara otomatis pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Peti kemas dengan ukuran sangat besar diberbagai sudut tersusun sangat rapi. Susunan tingginya bahkan membuat kepala kita mendongak keatas diangka jarum jam pukul 11. Beberapa orang mengendalikan dengan remot kontrol dibeberapa sudut pelabuhan yang sangat luas itu.

Fithar tiba-tiba membuka pintu kamar dan langsung menyapaku ramah

"Bagaimana istirahatmu tadi malam? Kali ini ia memakai stelan blus sangat modern. Sehingga terlihat santai sekaligus formal. Ia memakai kaos warna oren biasa dengan baju jas kasual berwarna hitam diluarnya. Sepatu yang dipakai juga sejenis pantofel hitam mengkilat sangat serasi dengan warna celana jins nya yang berwarna coklat tua.

"Sangat lelap" jawabku sekenanya sambil memperhatikan kembali kesibukan orang-orang diluar sana.

"Mau kemana pagi-pagi dengan pakaian necis begini, Fithar?"tanyaku igin tahu.

"Hari ini tentu agenda mengantar tamu agung kami, untuk berjalan-jalan kekota!" Ia menunjukku sambil tersenyum. Terbayang olehku sebuah kota yang sangat sibuk. Seperti yang terlihat olehku melalui kesibukan pelabuhannya.

 "Ini bentuk terimakasih kami!, karena telah dilayani baik sewaktu di kampung" Aku mengernyitkan dahi mendengar pernyataan Fithar. Tidak ada hal istimewa yang kulakukan untuk ke tiga tamuku terakhir ini. Kecuali usahaku untuk membuat mereka terkesan dengan kampung dan kekayaan alam yang kami miliki. Tidak lebih dari itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline