Selesai mandi sore dipantai bersama, acara kami lanjutkan dengan acara bakar kerang kepah segar yang barusan kami dapatkan. Semua makan dengan lahap. Mungkin karena makanan sejenis seafood masih segar sehingga terasa daging kenyalnya yang manis. Bau kerang dibakar menguar kemana-mana.
Terlihat asap menggumpal gumpal akibat panas bara api yang terus ditetesi oleh air yang berasal dari kulit kepah yang membuka otomatis secara perlahan. Disudut perapian sana, Dewi duduk menyantap lahap hidangan kerang yang telah matang dan masih sangat hangat.Aku buka satu persatu kulit kerang untuk kuambil isinya. Karena membuka kulit kerang yang masih dalam keadaan panas juga diperlukan keahlian khusus.
"Terasa sangat segar," tiba-tiba Dewi berkata sambil memandangku dengan sangat gembira. Aku hanya menatapnya kembali, tersenyum, mengangguk serta tetap melanjutkan untuk membuka kerang-kerang yang telah matang. Kemudian daging-daging segar yang masih panas tersebut kubagikan kembali ke Fithar dan Kemala.
"Ini untukmu" Dewi memberikan kembali sebagian hasil kupasan kerang-kerang hangat segar yang telah kuperuntukkan untuknya. Ia sepertinya kasihan karena aku belum mengunyah satupun kerang tersebut.
"Dihabiskan saja!" pintaku kepadanya. Tiba-tiba dia berdiri mendekatiku dan menyuapkan beberapa kerang hangat dimulutku dengan ekspresi wajah senyum dikulum dan mata berbinar bahagia. Aku merasa berdebar-debar karena sebelumnya aku selalu melayani. Sedang sekarang ada seorang gadis didepanku saat ini dengan cara dan perhatiannya khususnya .
Timbul rasa yang sangat kuat ingin memiilikinya, sekaligus dalam waktu bersamaan harus kuupayakan rasa itu juga inginku singkirkan sekuat mungkin. Tetapi, suapan ini kembali membakar rasa ingin memiliki itu. Suapan romantis telah membuat hatiku damai dan sekaligus menghilangkan lelah fisik yang mendera. Angin berhembus semilir di senja itu. Terasa membawaku terbang kelangit biru. Senja yang membawaku pada lamunan yang tak bertepi.
Rasanya aku jatuh terpuruk kedalam perangkap cinta entah untuk yang keberapa kalinya dengan orang yang ada dihadapanku saat ini. Kedalam rasa cinta yang ingin memiliki seorang bernama Amarilis Dewi. Semakin kutahan rasa itu rasanya aku semakin terpuruk, karena justru bertambah kuat rasanya untuk tidak akan kehilangannya.
Kuberdoa agar kejadian kedepannya akan baik-baik saja. Disebabkan oleh pesan emak tidak bisa kutunaikan dengan sempurna. Aku berada diantara dua jalan yang harus kuputuskan.
Apakah akan mengikuti nasihat emak atau mengikuti dorongan naluri perasaanku sendiri yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Didepanku, bahasa tubuh Dewi, seperti gayung bersambut dan seperti menjadikan aku pemuda yang spesial. Kami larut dalam hasrat ingin saling memiliki seperti muda mudi yang sedang kasmaran.