Segera persiapan kulakukan untuk melakukan petualangan berburu untuk melihat aktifitas penyu bertelur malam ini. Sebuah agenda yang sangat menantang. Sebuah petualangan malam untuk menyaksikan secara langsung aktifitas malam hewan penyu. Mei, adalah bulan puncak hewan tersebut naik kedarat untuk bertelur. Telur-telur akan diletakkan didalam lubang yang sebelumnya telah dipersiapkannya dengan sangat susah payah. Pengeraman telur dikedalaman lubang tanah tersebut akan bertahan sampai dengan dua bulan. Kemudian setelahnya tukik-tukik kemudian perlahan, satu persatu akan keluar dari lautan pasir tempatnya menetas untuk kembali lagi kehabitat aslinya disamudra luas.
Saat mereka masih berkemas-kemas untuk kepergian malam itu. Aku kembali mencoba menghidupkan dan mematikan lampu senter untuk memastikannya menyala. Pisau tajam juga merupakan alat vital yang harus ada dalam setiap perjalanan. Sebagai anak pantai aku sebenarnya sudah terbiasa dengan petualangan malam. Tetapi dengan persiapan matang, tentunya akan dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tiba-tiba hujan datang mengguyur tenda. Padahal sebelumnya langit terlihat cerah. Tetapi aku tidak bisa melihat jelas kelangit disebabkan kanopi daun pinus yang terlalu rapat. Sehingga mataku terhalangi, apakah disana memang ada awan hujan menggantung diatas langit?
Aku gelisah. Seperti petua adat dikampungku. Hujan disaat terang bulan malam hari sama halnya dengan hujan disaat siang hari. Itulah tanda-tanda alam bagi manusia, dan merupakan cara tuhan memberitahukan mahluknya bahwa akan ada kejadian-keadian yang tidak terduga. Rasanya tidak ingin tahu perihal cerita dari para tetua terdahulu, agar aku tidak terbebani dari apa yang mereka ceritakan. Tetapi saat ini, aku tetap berusaha tenang dan terus bersiap untuk perjalanan malam sesuai dengan yang direncanakan.
Sebelum keluar tenda. Untuk menambah ketenangan hati, aku merapalkan beberapa potongan ayat suci yang kuketahui dengan khusyuk. Doa tidak lupa kupanjatkan untuk keselamatan kami. Sebilah golok juga telah terikat sempurna dipinggangku sebelah kanan, peples tempat air minum yang sudah terisi penuh dengan air putih ada disebelah kiri, sedang senter ada ditangan kananku. Dengan perlengkapan sedemikian rupa, artinya aku telah siap sedia menghadapi situasi apapun nantinya.
Pelangi setelah hujan malam itu tampak sangat menawan. Seakan ingin mengucapkan selamat jalan kepada kami, yang baru saja akan memulai perjalanan malam dengan misi untuk dapat menemukan langsung hewan penyu yang mendarat untuk bertelur.
Aku melangkahkan kaki keluar tenda dengan mengucapkan kata pamungkas"Bismillahirrohmanirrohim" untuk berserah diri kepada sang pencipta agar kami semua dilindungi dari segala halang rintang di depan nanti. Sekali lagi aku meminta ketiga orang tamu dari kota tersebut untuk memakai sunting.
"Terimakasih, kami akan berdoa dengan cara kami, Dewa" jawab Fithar sebagai cara ia untuk menolak secara halus permintaanku.
" Aku berharap kita akan baik-baik saja!" Dewi dengan suara agak datar, menimpali sambil melirikku untuk meyakinkan lagi bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Akupun tidak kuasa untuk memaksakannya. Karena alasan yang secara detilnya juga, aku sendiri bahkan tidak bisa menjelaskannya secara rasional kepada tiga mahasiswa kota tersebut.