Lihat ke Halaman Asli

Jan Bestari

Merayakan setiap langkah perjalanan

Cinta Mati (3. Tikungan Sungai dan Bekantan)

Diperbarui: 29 Januari 2022   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diolah pribadi dengan picts art app

Petualang-petualang gagah dan cantik itu, kuminta untuk menunggu diwarung kecil. Letaknya persis ditepi dermaga. Disana tersedia jajanan pasar dan minuman ringan. Sedang aku sibuk mempersiapkan dan meyakinkan perahu yang akan membawa kami menyebrang ke seberang pulau tidak bermasalah. Sambil memberikan kesempatan kepada Kemala dan Dewi berbelanja kebutuhan tambahan lainnya untuk kami tiga hari ke depan. Warung dan pelabuhan seperti tidak berjarak karena dekatnya. Pembicaraan apapun dapat terdengar jelas di perahu motor  yang sedang lagi kupersiapkan.

 "Mau kemana Dek?"Seorang lelaki paruh baya menyapa Fithar. Tatapannya penuh selidik dan seperti tidak ada sejengkal bagian tubuh yang terlewat dari tatapannya.Dialah Datuk Emran. Kebiasaannya adalah menghabiskan waktu diwarung tepi dermaga sambil menghabiskan segelas kopi sekalian bermain catur.

"Mau kemana Dek?"Seorang lelaki paruh baya menyapa Fithar. Dari suaranya yang berat dan dalam langsung kuketahui ia pastilah Datuk Emran. Kebiasaannya adalah menghabiskan waktu diwarung tepi dermaga sambil menghabiskan segelas kopi pahit sekalian bermain catur dengan pemuda-pemuda kampung.

"Ke Pulau Penyu, Pak" sahut  Fithar sopan. Kembali Datuk Emran seperti meneliti serius dua tamu lainnya satu persatu silih berganti. Tatapannya penuh selidik dan seperti tidak ada sejengkal bagian tubuh yang terlewat dari tatapannya. Ia seperti terheran-heran .Sesekali wajahnya seperti menatap jauh yang diselingi dengan mata terpejam untuk beberapa saat. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk. Terakhir ia tersenyum sinis. Kemudian pandangannya beralih tertuju kepadaku. Aku menjadi gusar. Pandangannya tak biasa. Meski sebelumnya aku sudah bertemu dan meminta restu langsung darinya.

 "Kampung ini juga punya gunung dan air terjun yang indah" ungkap Datuk Emran sambil menghisap dalam-dalam rokok lintingnya

"Dewa pasti mau mengantar kalian kesana," sambungnya lagi

"Dekat saja dari sini, dari pada menuju ke arah laut!" sambungnya mengarahkan. Seakan arah laut adalah pilihan yang salah.

" Terimakasih informasinya,Pak!, sepertinya sangat menarik," Kemala menimpali dengan suaranya yang terdengar renyah dan manja ditelinga.

"Datang lagi kesini nanti, kita akan ketempat yang Bapak sarankan." Balas Fithar menolak dengan sopan tawaran Datuk Emran. Dikarenakan tidak mungkin rasanya mereka akan merubah rencana yang telah dibuat jauh hari sebelumnya. Sang dukun kampung tersebut sepertinya mengangguk-angguk saja. Meski, wajahnya seperti membayangkan suatu kengerian yang tidak kumengerti. Tiba-tiba ia tertawa terkekeh dan tampak puas, tetapi tiba-tiba kembali menutup mulutnya. Sepertinya ia sadar telah menjadi perhatian tiga tamuku, sehingga ekspresinya langsung kembali normal. Rokok kertas linting ditangan kanannya masih separuh, dihisapnya dalam-dalam untuk kemudian dihembuskannya berulangkali. Seolah-olah sangat menikmati dan sekaligus melepas semua yang menjadi bebannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline