Lihat ke Halaman Asli

Rogoh Nngak Ya…?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idiihhh, kok gemes banget gini sih?

Tahan, tahan, kuat, kuat, kuat…

Kalimat-kalimat yang masuk terang ke telingaku dari depan itu mengalir begitu saja, tapi tanpa bekas. Tak membekas sama sekali.

Busyettt, di bagian pangkal pahaku semakin ner-neran aja, getar-getar terus, makian lama makin menghebat.

Sial, sial banget…

Janganlah, jangan, nggak baik, bukan pada tempatnya, nggak pantes, nggak etis, nggak sopan, ntar cuma bikin kamu nyesel sendiri lho…

Ahhh…campakkan, campakkan! Cuekin aja, cuekin sekuat-kuatnya, ntar juga ilang sendiri greget itu, dan kalau sudah tiba waktunya, yang itu nggak lama lagi, pasti kamu bakal leluasa banget untuk merogohnya, bahkan mencakar-cakarnya, mengacak-acaknya sesuka hatimu…

Oke, Bro…

Yap!

Kutahu betul, otakku yakin benar bahwa nggak pantes banget kulakukan rogohan itu sekarang ini. Tidak pada tempatnya. Kalau kupaksain juga gara-gara aku gagal mengendalikan egoku sendiri, kalau sampai dilirik sama orang lain yang banyak di sekitarnya, wah bisa celaka aku! Mungkin emang nggak bakal diteriakin maling sampe digebukin sih, tapi pastinya tancapan duri-duri negatif akan langsung sesak menghunjam bak hujan anak panah yang diluncurkan pasukan Hector ke hamparan prajurit Amagemon itu.

Tidak!

Aku nggak mau mau malu, ditancapi panah negatif itu, karena itu aku kudu kuat untuk tidak merogohnya…!

Waktu terus berkelejar di antara denyar pertarungan angle dan demon di hatiku. Ada suara terang benderang yang menyatakan keimanan dan kebaikan di depanku. Iman, ya, jelas ia adalah kebaikan. Beriman tapi tidak bertingkah baik pastilah bukan iman, tapi bisa Imam, Imun, Amin, Umam, dan sebagainya.

Aku harus menjadi manusia baik di atas imanku, yuhuuu itu prinsip banget telah begitu lama kusadari. Maka ketika suara lantang yang berdenyar it uterus merangsak ke otakku, hal itu sudah menjadi berita yang biasa saja.

Namun kini saat aku tengah dihadapkan pada ujian sesungguhnya untuk meluluskan atau menggagalkanku dalam uji keimanan yang menghasilkan kebaikan itu, dalam hal rogoh-merogoh seperti ini, kok sungguh betapa amat sangat berat sekali ya untuk menyelaraskan iman dan baik itu?

Apakah ini pertanda imanku lemah?

Pasteeeeeee…gitu kok masih ditanya sih?!

Tapi kan otakku mengerti dan menyadari benar bahwa nggak patut aku melakukan perbuatan merogoh itu saat ini, karena sangat nggak pantas, nggak etis, bukan pada tempatnya juga?

Huahhhhh…berat banget!

Otak yang sadar dan pilihan perilaku yang nyata betapa amat sangat rumit untuk diselaraskan, lebih sering. Perkelahian kesadaran dan dorongan untuk berbuat sesuatu begitu amat gahar bergemuruh di dalam jiwaku yang setangkup ini.

Teerrr…teerrrr…

Buseyettt! Semakin menggila aja getaran-getaran penuh goda di sekitar pangkal pahaku ini yaakkk…piye iki?

Dalam hitungan detik, tetap dengan kepala yang bertarung untuk tidak dan iya melakukannya, tanganku yang kiri mulai bergerak pelan ke sebelah kiri, mendekati titik magnet yang mengundangku untuk merogohnya. Orang sebelah tampak tertunduk, kukira ia ngantuk sekali. Sebelah kanan juga tampak menunduk. Depan jelas aman karena membelakangiku. Gimana belakang nih?

Hemmm…dengan tanpa mengurangi jarak tangan kiriku yang sudah bergerak mendekat tadi, pura-pura kuuletin pinggangku ke kanan, dan tampaklah beberapa orang di belakangku sama sekali tak memperhatikan gerakan tangan kiriku.

Aman!

Mereka tak peduli pada tanganku, persis sebagaimana mereka tak pernah tahu betapa dalam dudukku ini, di antara geletar yang terus terjadi di pangkal pahaku ini, mereka tak pernah mengetahui tengah terjadi pertarungan hebat, baik-buruk, di dalam jiwaku. Sebagaimana aku pun tak pernah mampu mengetahui perkelahian baik-buruk macam apa yang melindas jiwa-jiwa mereka.

Sementara, dari aras depan, suara lantang menyeru keimanan dan kebaikan it uterus berkelindan terang ke cuping telingaku, ehhh…ternyata tanganku kian dekat saja ke titik goda itu.

Oh my God, aku tahu ini nggak benar, nggak pantes, nggak sepatutnya kulakukan, tapi kok tanganku terus mendekatinya ya? Kian berulang getaran itu, kian deras saja dorongan untuk merogohnya dengan segera!

Clep!

Selesailah seketika perkelahian baik-buruk itu di dalam jiwaku saat tangan kiriku ternyata telah mencengkram kuat ke titik goda yang bergetar-getar sejak tadi itu: HP BB-ku!

Ya, sambil pura-pura menyimak khutbah Jum’at yang terus mengalir dari depan itu, dari atas mimbar itu, yang menyuarakan keimanan sebagai landasan kebaikan, kuraba-raba BB-ku, kurogoh habis-habisan, kubuka BBM yang masuk, SMS yang nangkring, e-mail yang ngendon, tak lupa pula ngecek akun twitter dan facebook dong.

BB yang kuset modus getar itu berkali-kali bergetar di dalam saku celanaku sejak tadi, dan itu sungguh amat sangat menggoda hatiku untuk segera membukanya, meski ini sedang dalam posisi di mesjid untuk shalat Jum’at!

Gilanya aku dilibas habis oleh mesin berupa BB ini, sampai-sampai aku lupa diri bahwa ini tengah dalam posisi beribadah. Hal yang juga sering kulakukan saat ngobrol dengan keluarga, sahabat, kolega, hingga mertua.

Aku yang manusia, yang punya akal dan hati, ternyata kalah telak sama mesin yang benda mati ini!

Bodoh, bukan?!

Itulah aku, kamu, dan dia, yang selalu bodoh…

Jogja, 2 Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline