Lihat ke Halaman Asli

Edi Purwanto

Pedagang Nasi Kucing

Tidak Bisa Libur Karena Bukan Tanggal Merah, Kenapa Kalender Yang Disalahkan!

Diperbarui: 1 Februari 2023   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi (Dokumen pribadi) 

Bukankah hidup kita adalah sepenuhnya milik kita dan hari-hari kita juga milik diri sendiri? Akan tetapi, realitanya untuk sekadar merayakan hari libur (buat diri sendiri atau bersama keluarga) saja, kita tidak bisa mengendalikan (memilih) harinya sesuka hati.

Seperti misalnya, hari ulang tahun, anniversary pernikahan, reuni sekolah atau momen-momen lainnya yang mungkin berarti buat kita, namun kita tidak bisa merayakan tepat pada hari H-nya. Tanggal merah yang tak sesuai dengan keinginan (kepentingan) kita, menyebabkan liburan (acara pribadi lainnya) menjadi tertunda atau bahkan bisa menjadi gagal dan berujung pada kekecewaan. Tidak menutup kemungkinan, hal ini bisa berimbas buruk ke dalam pekerjaan (aktivitas) kita.

Tanggal merah atau kebiasaan hari libur yang ditularkan sejak zaman Romawi Kuno ini, memang yang menetapkan adalah pemerintah. Tapi, pernahkah kita berpikir untuk membuat tanggal merah sendiri? Yang dimaksud "membuat tanggal merah sendiri" disini, tidak dimaknai seperti kita merubah angka warna hitam pada kalender sehingga menjadi warna merah. Namun yang kita ubah adalah mindset kita pada tanggal merah itu. Apa pun hari atau tanggalnya, jika itu peluang kita untuk libur, maknailah hari itu sebagai hari apa pun yang kita mau. Bukankah esensi itu lebih penting, ketimbang sekadar tanggal kapan? Sebenarnya sih, ini lebih tepat dikatakan sebagai siasat diri untuk mengakali waktu libur yang tertunda.

Nah, dengan merubah pola berpikir seperti itu, kita tidak akan merasa kecewa ataupun tersiksa dengan tanggal merah. Menciptakan tanggal merah dan mengatur harinya sendiri, menunjukan bahwa kita sebagai manusia, bisa berdaya atas dirinya sendiri, merasa tidak tertekan oleh apapun, merasa bebas atau merdeka dalam arti sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline