Lihat ke Halaman Asli

edi sst

Nothing

Antara Darahku dan Darahmu

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Antara Darahku dan Darahmu oleh edi sst Setelah kutetapkan waktu, kutetapkan kalbu—juga kutetapkan rindu (yang begitu membatu), marilah langkah demi langkah kita ayunkan, tapak demi tapak kita pijakkan, dayung demi dayung kita kayuhkan, butir demi butir keringat kita alirkan meniti dan mendaki. Dalam gemulai rentak lantunan yang memikat, dalam sangsai rancak tarian yang melekat, menuju puncak bukit cahaya. Pegang tanganku, ayunkan langkah berselibat antara darahku dan darahmu, tembangkan gita purnama di taman-taman kahyangan diiringi gamelan lokananta, gending yang mengiring akhir bahagia kisah cinta Arjunawiwaha. Cobalah kau jawab. Setebal apakah keindahan saat bersamamu, sedalam apakah kesejukan saat di sisimu, sehangat apakah pelukan saat kau medekapku, seteduh apakah cahaya matamu saat kau menatapku, senyata apakah mimpi saat kau berada di sampingku. Jawaban itu akan mengukur makna kebersamaan ini, yang akan mengekalkan makna pendar sinar: bulan bundar terkapar di antara darahku dan darahmu; makna siutan angin yang menggugurkan daun-daun atas nama tiktok jarum jam yang menghujam dan menderu. Berterima kasihlah kepada angin. Mungkin dia akan rindu menyampaikan kabar dan salam kepadamu. Itu cerita masa lalu yang menyisakan debu dan noktah-noktah rindu. Rindu yang kini dengan lembut kau maknai satu demi satu. Tahukah kau. Berapa lama kupintal tali itu sambil menunggu angin dingin menyibak gulungan kabut yang menelusupi hari-hari. Kasih, mari kita coba kekuatan tali itu. Marilah mengayun, menebar kedip cahaya kehidupan. Jangan sia-siakan guguran daun-daun itu. Mereka telah mengurai waktu demi waktu, kalbu demi kalbu, juga air bening yang membasahi pipi dalam hening. Mari basahi lidah kelu ini dengan doa-doa purba yang memecahkan dinding waktu warna saga, begitu tua dan papa. Simpanlah aku dalam bilik-bilik hatimu, saat pintu telah terbuka mengalirkan cahaya yang menyatu antara darahku dan darahmu. Meniti tangga memuncak dalam rengkuhan-Nya. Selalu.

Semarang, 2011

gambar dari google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline