Lihat ke Halaman Asli

DPT = Momok Klasik Pemilu

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya Pilpres berjalan dengan lancar dan berakhir dengan baik.

Suasana terkesan sangat berbeda dibandingkan Pileg kemarin, bahkan Pilpres 5 tahun yang lalu. Bedanya adalah antusiasme warga yang lebih baik dari biasanya, paling tidak itulah yang terlihat di TPS 9 Grogol, Sukoharjo. Walaupun tidak terlalu banyak antrian, namun tingkat partisipasi warga kali ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Memang suasana Pilpres 2014 sudah terasa berbeda auranya. Selain masyarakat terpecah pada 2 kubu yang kebetulan berimbang, munculnya perang fitnah dan black campaign yang terasa sangat dominan memicu masyarakat luas secara emosional lebih terlibat dan merasa sangat penting untuk menentukan sikap. Memang memprihatinkan bukan. Jarang terlihat kedua kubu timses beradu konsep membawa Indonesia menjadi lebih baik, tapi justru lebih kental saling menjegal dan menjelekkan. Dari sisi ini, kita patut bersedih, karena wajah demokrasi Indonesia yang konon berjalan semakin baik, namun ternyata prosesnya terkesan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan.

Kembali ke TPS.

Salah satu hal yang menarik adalah ketika kita mencermati data-data. Di TPS ini terdaftar 319 nama yang tercantum di DPT, dengan tingkat partisipasi sebanyak 331 surat suara terpakai. Sampai di sini, data tampak normal, dan tingkat partisipasinya bagus. Namun kalau ditelusuri lebih dalam, dari 331 pemilih yang memberikan suara, mereka yang datang memenuhi undangan hanyalah 158 orang, sementara 168 orang memilih menggunakan KTP (karena tidak mendapat undangan), dan 6 orang menggunakan form A5 (dari TPS lain).

Data di atas menggambarkan adanya permasalahan data pemilih yang sudah tidak up to date. Beberapa persoalan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :


  • Mutasi orang yang tidak terdeteksi, dalam arti warga yang mendapat undangan itu sudah tidak tinggal lagi di alamat yang tertulis di DPT. Kadang bisa terjadi kesalahan ada pada warga itu sendiri karena pindah ke kota lain namun tidak mau mengurus surat pindah.
  • Data yang tertukar dengan TPS lain, terutama TPS yang bersebelahan karena kesalahan dalam melakukan cut-off data.
  • Alamat tidak jelas sehingga kesulitan dalam pengiriman undangan.
  • Ada warga yang tidak terdeteksi. Hal ini terkait dengan keterlambatan pengkinian data, karena data yang muncul belum mengakomodasi mutasi orang, atau warisan Pantarlih jaman dulu, khususnya  pada orang-orang yang memang sulit ditemui untuk di data.


Persoalan data inilah yang menjadikan banyak orang diundang tidak hadir, sebaliknya ada warga yang memiliki hak suara malah tidak terdaftar, yang untung masih dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP yang masih berlaku.

Persoalan lain yang muncul adalah mengenai sosialisasi tentang  formulir A5 yang ternyata belum semua orang mengerti, sehingga ada orang yang terlambat, atau bahkan tidak tahu bagi orang yang sedang merantau atau bepergian ke luar kota harus membawa form A5 ini. Sekalipun bisa di download dari internet, ternyata tidak semua orang juga tahu. Masih untung bila para perantau itu adalah mahasiswa, atau golongan pekerja kantoran yang melek internet dan informasi. Akan tetapi profesi seperti pembantu rumah tangga misalnya, kadang kurang tersosialisasi dengan baik mengenai masalah ini.

Melihat persoalan di atas, masalah ketertiban data dan penyederhanaan mekanisme registrasi pemilih perlu menjadi prioritas bagi KPU untuk memperbaiki sistem Pemilu di masa yang akan datang, sekaligus lebih menjamin hak rakyat agar seminimal mungkin mencegah orang kehilangan hak pilih gara-gara masalah administratif. Apalagi setelah diterapkannya E-KTP, semestinya data E-KTP dapat dimanfaatkan untuk segala hal, termasuk pendataan Pemilu. Akan lebih baik lagi bila sudah mulai dipikirkan agar nantinya Pemilu dapat dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan data E-KTP tersebut, tentu akan lebih mudah, praktis dan hemat.

Dan akhir kata, semoga pesta demokrasi kali ini berakhir dengan baik. Siapapun pemenangnya semoga dapat menjadikan Indonesia lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline