Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Imam Ngasim

Griya Edelweiss - Owner Rumah Tani

El-Nino Penyebab Luas Panen Padi dan Produksi Beras Menurun

Diperbarui: 4 September 2023   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh heri wiranata dari Pixabay 

El-Nino Menyebabkan Luas Panen Padi & Produksi Beras Menurun

Musim panas Agustus 2023 telah menyisakan kenangan yang kelam bagi para petani di dalam negeri. Fenomena El Nino, yang seringkali dikenal sebagai "neraka" cuaca, telah memberikan dampak serius pada sektor pertanian, khususnya pada luas panen padi dan produksi beras. Data dari Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menunjukkan bahwa kita harus siap menghadapi penurunan yang signifikan dalam produksi beras tahun ini. Berdasarkan metode Kerangka Sampel Area (KSA), luas panen padi berpotensi turun sekitar 1,55%, sementara produksi beras diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 4,01% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ini adalah kabar buruk bagi perekonomian dan kesejahteraan petani di seluruh negeri.

Menurut Pudji Ismartini, dalam hasil Survei KSA, pada tahun 2022, luas panen padi mencapai sekitar 10,45 juta hektar. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan sebanyak 40,87 ribu hektar atau 0,39% dibandingkan dengan tahun 2021, kita harus tetap berhati-hati. Produksi padi pada tahun 2022 mencapai 54,75 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras tahun 2022 mencapai sekitar 31,54 juta ton, naik sebesar 184,50 ribu ton atau 0,59% dibandingkan dengan produksi beras tahun 2021. Namun, ini hanyalah data historis, dan situasinya saat ini sangat berbeda.

"Jadi khusus untuk tahun ini, tahun 2023, kita belum merilis angka produksi pastinya," kata Pudji. Namun, dengan penurunan signifikan dalam luas panen padi dan produksi beras yang telah diantisipasi, para petani harus bersiap menghadapi waktu sulit dalam beberapa bulan ke depan.

Baca Juga  : Krisis Pangan di Tengah Perubahan Iklim, Efek 'Neraka' El-Nino

Salah satu efek langsung dari penurunan produksi beras adalah inflasi harga beras yang sangat tinggi pada Agustus 2023. Bahkan, tingkat inflasi ini melampaui level inflasi tertinggi yang tercatat pada periode Oktober 2015. Pada Agustus 2023, inflasi atau kenaikan indeks untuk harga beras telah mencapai 13,76%, sedangkan data inflasi untuk beras pada Oktober 2015 hanya sebesar 13,44%. Ini adalah tanda yang mengkhawatirkan bagi para konsumen, terutama mereka yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok.

BPS juga mencatat bahwa harga beras telah naik di semua tingkat, termasuk di tingkat penggilingan, grosir, dan eceran. Di tingkat penggilingan, harga beras telah mencapai Rp 11.519 per kilogram, naik 2,56% dari bulan Juli 2023 yang sebesar Rp 11.228, dan bahkan naik 20,27% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 9.577. Ini berarti bahwa petani dan penggiling beras dapat mengambil keuntungan dari kenaikan harga, tetapi konsumen akan merasakan dampaknya dengan biaya hidup yang semakin meningkat.

Di tingkat grosir, situasinya juga tidak lebih baik. Pada Agustus 2023, harga beras telah mencapai Rp 12.266 per kilogram, naik 1,02% dari bulan Juli 2023 yang seharga Rp 12.142, dan bahkan naik 16,24% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 10.551. Ini berarti bahwa bisnis-bisnis yang terlibat dalam distribusi beras juga menghadapi tekanan ekonomi yang tinggi.

Tingkat inflasi yang tinggi dan kenaikan harga beras yang signifikan juga dirasakan oleh konsumen akhir di tingkat eceran. Pada Agustus 2023, harga beras telah mencapai Rp 12.990 per kilogram, naik 1,45% dari bulan Juli 2023 yang seharga Rp 12.863, dan naik 13,78% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 11.555. Ini berarti bahwa masyarakat yang sudah berjuang untuk mengatasi kenaikan harga-harga lain juga harus menghadapi kenaikan harga beras yang cukup signifikan.

Namun, tidak hanya harga beras yang naik; harga gabah juga mengalami kenaikan yang signifikan. Untuk gabah kering panen, harganya mencapai Rp 5.833 per kilogram, naik 3,62% dibandingkan dengan Juli 2023, dan bahkan naik 19,89% dibandingkan dengan Agustus 2022. Sementara itu, untuk gabah kering giling, harganya mencapai Rp 6.760 per kilogram, naik 5,82% dibandingkan dengan Juli 2023, dan naik 23,03% dibandingkan dengan Agustus 2022. Ini adalah kabar buruk bagi para petani, karena mereka mungkin tergoda untuk menjual gabah mereka dengan harga tinggi, namun mereka juga harus membayar lebih mahal saat mereka membeli beras untuk konsumsi pribadi mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline